Di bawah dominasi struktural laki-laki, atau subordinasi sosial perempuan, maka para perempuan anggota tim penyusun tampaknya tidak lagi kritis. Â Atau daya kritisnya sudah ditumpulkan oleh kuasa patriarki. Â Maka apapun kata laki-laki, itulah yang dianggap benar.
Pertanyaannya, apakah ketaksamaan gender dalam KBBI akan dibiarkan seperti itu? Â Artinya membiarkan KBBI sebagai instrumen sosialisasi dan pelestarian ketaksetaraan gender?
Betapa tak beradabnya jika kita membiarkan KBBI seperti itu. Â Mendiamkan hal itu berarti membenarkan adagium "Bahasa adalah (alat) kekuasaan (laki-laki)". Â Konsekuensinya adalah membiarkan negara, melalui lembaga bahasa, melestarikan ketaksetaraan gender.
Menurut saya, KBBI harus direvisi dengan pendekatan "pengarus-utamaan gender" (gender mainstreaming). Â Kerja revisi itu tak hanya melibatkan para ahli bahasa saja tetapi juga menyertakan para ahli studi gender dan aktivis kesetaraan gender. Â
Dengan cara itu gejala atau idiologi ketaksetaraan gender bisa dihapuskan dari KBBI. Â
Saya pikir, saatnya para ahli dan pegiat bahasa di Indonesia berkolaborasi dengan para ahli dan pegiat gender. Â Percuma berteriak-teriak tentang kesetaraan gender, sementara KBBI kita ternyata mensosialisasikan dan melestarikan ketaksetaraan gender. Â Opo ora miris, tho.(*)