Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Verifikasi Hijau dan Biru, Kasta atau Klasifikasi?

7 Juli 2020   15:19 Diperbarui: 7 Juli 2020   16:34 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya baru saja membaca artikel gress rekan Himam Miladi, "Kasta di Kompasiana Itu Nyata Adanya" (K.07.07.20).  Intinya rekan Himam membantah klaim COO Kompasiana Nurulloh bahwa di Kompasiana tak mengenal kasta atau pengkastaan Kompasianer.  

Menurut rekan Himam, sistem verifikasi hijau dan biru itu sendiri adalah pengkastaan.  Buktinya Kompasianer verifikasi biru mendapat previlege artikelnya langsung dilabel Artikel Pilihan dan otomatis masuk dalam perhitungan UV K-Rewards.

Benarkah sistem verifikasi hijau dan biru, dan satu lagi "pemula tanpa status verifikasi", itu tergolong kasta atau pengkastaan?

Mari kita lihat pengertian kasta lebih dahulu.  Secara sosiologis, kasta itu adalah sistem pelapisan sosial tertutup.  Seseorang mendapatkan statusnya semata karena keturunan (ascribed status), atau mungkin karena penghargaan (assigned status).  

Contoh klasik adalah masyarakat Hindu yang mengenal kasta Sudra (terbawah),  Waisya, Ksatria dan kasta Brahmana (tertinggi).  Seseorang menjadi Sudra karena orangtuanya Sudra atau menjadi Ksatria karena orangtuanya Ksatria. Tidak ada cerita Sudra melahirkan anak Ksatria, misalnya. Kecuali karena jasa yang luar biasa bagi kerajaan, misalnya, lalu seorang Sudra diangkat derajadnya oleh raja menjadi seorang Ksatria (assigned status).

Coba kita terapkan pengertian kasta di atas pada status tanpa verifikasi, verifikasi hijau dan verifikasi biru.  Apakah Kompasianer verifikasi biru itu mendapatkan statusnya lewat jalur kelahiran?  Tidak, bukan?  Atau apakah karena penghargaan semata dari Admin Kompasiana?  Tentu, tidak juga.  

Karena itu bisa disimpulkan sistem status verifikasi hijau dan biru itu bukanlah pengkastaan Kompasianer.

Kalau bukan kasta, lalu apa?  Sederhana saja.  Itu hanya sistem klasifikasi yang bersifat terbuka.  Setiap Kompasianer dapat melintasi jalur kenaikan kelas atau status yang bersifat terbuka.  Mulai  dari status tanpa verifikasi (bawah), hijau (tengah) dan akhirnya biru (atas).   Dasar kenaikan kelas itu adalah tingkat keterpercayaan atas artikel-artikelnya.  

Keterpercayaan artikel, sebagai ukuran mutu, dapat diukur dengan menggunakan sejumlah indikator.  Antara lain validitas data atau fakta, rigiditas analisis, kekuatan konsep, kebaruan (novelty), dan keaslian (non-plagiat).   Admin Kompasiana pasti punya indikator tersendiri yang tidak dibocorkan kepada Kompasianer.

Jadi jelas bahwa sistem verifikasi hijau dan biru Kompasiana itu tak lebih dari sekadar klasifikasi Kompasianer berdasar tingkat keterpercayaan atas artikel-artikelnya.  Status verifikasi biru, sebagai kelas atas, adalah achieved status yang dapat diraih oleh setiap Kompasianer lewat cara yang demokratis.  Tepatnya lewat unjuk kinerja kepenulisan atau mutu artikel-artikelnya.   

Jadi apakah seorang Kompasianer bisa naik kelas dari tanpa verifikasi ke verifikasi hijau sampai verifikasi biru, sepenuhnya tergantung pada kinerja Kompasianer itu sendiri.  Bukan tergantung pada kemurahan hati Admin Kompasiana.  

Ini soal konsistensi dalam kinerja kepenulisan.  Kalau angin-anginan, ya, bakalan hijau terus.   Kalau konsisten, apalagi dengan tren peningkatan mutu (keterpercayaan) artikel, ya, besar harapan "surat biru" dari Admin Kompasiana bakal cepat datang.

Lalu adilkah previlege  berupa "otomatis artikel pilihan"  bagi Kompasianer verifikasi biru?  Ya, jelas adil, dong.   Lha, kan dasarnya adalah "keterpercayaan" atas (mutu) artikel.   Justru kalau tidak otomatis "artikel pilihan" malah kontradiktif dengan kriteria verifikasi biru itu sendiri. 

Kalau ada Kompasianer verifikasi hijau yang bilang "Enak banget si centang biru, artikelnya langsung pilihan," maka saya harus bilang "Tidak seenak itu kawan."  Verifikasi biru itu adalah "kepercayaan" dan kepercayaan itu adalah beban "derita" yang menempel terus di pundak.  

Verifikasi biru itu adalah beban moral bagi Kompasianer karena dengan suatu ekspektasi  sosial telah dilekatkan pada statusnya yaitu ekspektasi akan artikel-artikel yang bermutu tinggi.  Malulah kalau menelurkan artikel-artikel picisan, seperti artikel-artikel Kompasianer Felix Tani misalnya.

Singkatt kata, sistem verifikasi Kompasiana bukan pengkastaan tertutup  tapi cuma klasifikasi terbuka.   Setiap Kompasianer pada akhirnya bisa mencapai status verifikasi biru.  Pertanyaannya, "Mau nggak?" (*) 

*)Artikel ini bukan sogokan kepada Admin Kompasiana agar akun saya diverifikasi biru.  Sama sekali bukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun