Ini soal konsistensi dalam kinerja kepenulisan. Â Kalau angin-anginan, ya, bakalan hijau terus. Â Kalau konsisten, apalagi dengan tren peningkatan mutu (keterpercayaan) artikel, ya, besar harapan "surat biru" dari Admin Kompasiana bakal cepat datang.
Lalu adilkah previlege  berupa "otomatis artikel pilihan"  bagi Kompasianer verifikasi biru?  Ya, jelas adil, dong.  Lha, kan dasarnya adalah "keterpercayaan" atas (mutu) artikel.  Justru kalau tidak otomatis "artikel pilihan" malah kontradiktif dengan kriteria verifikasi biru itu sendiri.Â
Kalau ada Kompasianer verifikasi hijau yang bilang "Enak banget si centang biru, artikelnya langsung pilihan," maka saya harus bilang "Tidak seenak itu kawan." Â Verifikasi biru itu adalah "kepercayaan" dan kepercayaan itu adalah beban "derita" yang menempel terus di pundak. Â
Verifikasi biru itu adalah beban moral bagi Kompasianer karena dengan suatu ekspektasi  sosial telah dilekatkan pada statusnya yaitu ekspektasi akan artikel-artikel yang bermutu tinggi.  Malulah kalau menelurkan artikel-artikel picisan, seperti artikel-artikel Kompasianer Felix Tani misalnya.
Singkatt kata, sistem verifikasi Kompasiana bukan pengkastaan tertutup  tapi cuma klasifikasi terbuka.  Setiap Kompasianer pada akhirnya bisa mencapai status verifikasi biru.  Pertanyaannya, "Mau nggak?" (*)Â
*)Artikel ini bukan sogokan kepada Admin Kompasiana agar akun saya diverifikasi biru. Â Sama sekali bukan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI