Turis bule malang itu memelas balik badan menatap celana yang dipegang Poltak penuh harap.
"Oke, kamu bisa ambil ini," Poltak mengangsurkan celana bagus ke turis bule yang menyambutnya sukacita. Â Pikir Poltak, "Saya bisa cari celana lain di toko lain."
Ketika turis bule tadi sudah keluar dan Poltak mulai beranjak keluar, tiba-tiba pemilik toko menawarkan, "Bapak boleh bayar sepuluh ribu saja untuk celana pendek bolong ini."
Tanpa pikir panjang disertai ucapan terimakasih, Poltak langsung membayar Rp 10,000 dan menenteng celana pendek bolong itu dengan sukaria.
Pikir Poltak, "Semua celana pada akhirnya akan bolong juga. Â Saya hanya mendapatkan bolongnya lebih cepat dengan membayar lebih murah."
***
Sudah tahu bolong, mengapa Poltak tetap mau beli celana pendek itu? Â Harga murah, 40 persen dari harga asli, hanyalah satu alasan. Â Bukan itu yang utama.
Alasan utama adalah motif tenun yang sangat memikat pada bahan celana itu. Â Poltak tidak terlalu paham motif apa namanya. Â Itu khas Maumere. Beda dengan motif sarung tenun yang dilihatnya di pasar kain tenun Ende.
Selain itu bahannya juga benang katun asli dan menggunakan bahan pewarna alami. Â Dilihat dari tampilannya yang sudah agak lusuh, dipastikan celana itu dibuat dari kain tenun tua yang sudah ada bolongnya. Â
Jadi "cacat bolong" itu sebenarnya penanda usia tua pada bahan celana pendek tersebut. Entah sudah berapa orang perempuan yang pernah menyandang kain bakal celana itu sebelum kemudian dijual dan dijadikan celana pendek. Â
Ada sejarah kain tenun yang tidak tercatat dan tidak terujarkan melekat di celana pendek itu. Mungkin saja kain itu dulu dijual pemiliknya untuk menebus beberapa kilogram beras di masa paceklik.