Pencetakan sawah, jika opsi itu dijalankan, bersifat padat mesin sehingga serapan tenaga kerjanya juga kecil. Â
Lantas ke mana pertambahan tenaga kerja di pedesaan, akibat PHK dan pulang kampung terkait Covid-19, akan disalurkan? Â
Mereka akan tetap masuk ke sektor pertanian dan menyebabkan kondisi involusi di situ. Suatu kondisi di mana terlalu banyak tenaga kerja menggantungkan nafkah di bidang pertanian yang kapasitasnya terbatas. Â Ini adalah proses "berbagi kemiskinan" yang berakibat peningkatan kemiskinan di pedesaan.
The SMERU Research Institute dalam laporan The Impact of Covid-19 Outbreak on Poverty: An Estimation for Indonesia sudah memberi peringatan.  Pada angka pertumbuhan ekonomi 4.2% tahun 2020 (target 5.3%),  tingkat kemiskinan nasional akan naik dari 9.2% (24.8 juta jiwa, 2019) menjadi  9.7% (26.1 juta jiwa). Â
Pemerintah sebenarnya sudah mengantisipasi "ledakan kemiskinan" itu dengan menyiapkan program jaring pengaman sosial. Â Tapi, kecuali padat karya tunai pedesaan (Rp 10 triliun), program-program itu diperkirakan kurang efektif karena cenderung bias kota (kartu pra-kerja, kartu sembako, BLT, PKH).
Untuk meredam risiko involusi pertanian dan "berbagi kemiskinan" itu, integrasi fungsi-fungsi jaring pengaman sosial ke dalam program intensifikasi pertanian dapat dipertimbangkan sebagai sebuah strategi. Â Â
Selain meningkatkan produktivitas, Â program sinergi BUMN dan Kementan itu harus meningkatan pula volume kegiatan pangan.Â
Caranya, pertama, peningkatan IP sampai 3.0, dua kali tanam padi dan satu kali tanam palawija/hortikultura. Kedua, peningkatan hilirisasi pertanian, khususnya pengolahan dan pemasaran hasil pertanian dan ikutannya. Â Â
Dua cara itu akan menyerap tambahan tenaga kerja pedesaan dalam jumlah signifikan. Dengan begitu keresahan sosial akibat pengangguran dan kemiskinan, yang bisa berujung kerusuhan sosial, dapat diredam.
Jadi, jangka pendek, disarankan Kementan dan BUMN  fokus pada intensifikasi pertanian pangan bertujuan ganda yaitu meningkatkan produktivitas/produksi pangan untuk stok nasional dan meningkatkan  lapangan kerja untuk menyerap pertambahan tenaga kerja di pedesaan.Â
Itulah tantangan pembangunan pertanian pangan di masa "normal baru".(*)