Tidak tebantahkan karena aku membaca indikasi pelibatan polisi dan tentara untuk memastikan perintah halus itu terlaksana secara efektif di lapangan. Jika ini terjadi maka habislah riwayatku di Indonesia.
Aku tahu para penunggang Covid-19 pasti akan berteriak lantang menentang Pak Jokowi. Â Tapi aku tahu juga, sekali gaya pemimpinan "perintah halus kepemimpinan otoriter" diterapkan, Pak Jokowi tak akan surut sampai tercapai kondisi masyarakat yang sehat secara klinis (bebas Covid-19) dan sehat secara ekonomi sekaligus.
Pada akhirnya teriakan para penunggang Covid-19 hanya akan menjadi suara yang berseru-seru di padang gurun. Hanya kadal gurun yang akan mendengarnya tanpa paham artinya.
Tapi di tengah kecemasanku ini, aku masih berharap pada Jakarta sebagai "the last resort". Aku dengar gubernurnya bukan seorang tipe pemimpin melainkan pemimpi. Â Jika itu benar, maka aku masih ada ruang bertahan di Jakarta. Dari kota ini mungkin aku bisa menyusun strategi serangan gelombang kedua.
Pak Jokowi, aku pikir surat ini sudah terlalu panjang. Â Lagi pula, lama-lama isinya lebih terasa sebagai curhatan ketimbang ancaman. Padahal surat ini awalnya aku niatkan sebagai ancaman kemanusiaan.
Ijinkan aku menutup surat ini dengan harapan semoga Pak Jokowi tetap sehat walafiat. Â Sebab musuh terbaik bagiku adalah manusia yang sehat.
Salam sehat selalu. Dari aku, Covid-19.
Jakarta, 27 Mei 2020.
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H