Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pandemi "Virus Instan" dan "Social Distancing" di Kompasiana

8 Mei 2020   14:14 Diperbarui: 8 Mei 2020   16:02 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada terasakan tapi tak terkatakan akhirnya dinyatakan orang lain.  Begitu suasana bathinku saat membaca artikel Yon Bayu ("Agar Opinimu Tidak Menjadi Sampah Peradaban", K.03.05.20) dan kemudian Susy Haryawan ("Benarkah Kompasiana Sepi Pembaca?", K.07.05.20).

Pesan pokok kedua artikel itu adalah mutu artikel opini Kompasiana menurun (Yon Bayu/YB) dan jumlah pembaca artikel Kompasiana merosot  (Susy Haryawan/SH).

Dua hal itu juga yang saya rasakan dan, syukurlah, telah diungkap oleh dua orang Kompasianer senior tadi, Mas YB dan Mas SH.

Tapi saya pikir ada baiknya mengapresiasi artikel Mas YB dan Mas SH dengan cara menulis artikel tanggapan ini.

Dengan semangat saling-melengkapi, saya hendak urun pendapat tentang penyebab gejala penurunan mutu isi dan jumlah pembaca artikel di Kompasiana.

Inti pandangan saya, sekarang Kompasiana sedang dilanda pandemi "virus instan" (penurunan mutu artikel opini)  sehingga Kompasianer mengambil tindakan social distancing (penurunan jumlah pembaca).

Dari Opini ke "Opo nie"
Belakangan ini, setelah membaca sejumlah besar artikel opini di Kompasiana, di ujung saya menggerutu, "Opo nie!"   Apaan ini? Katanya opini nyatanya cuma reproduksi, penulisan ulang berita yang sudah santer.

Sebuah artikel opini wajib menyajikan kebaruan. Dia adalah gagasan yang disampaikan dari sudut pandang tertentu, dengan kerangka pikir tertentu, dan berdasar data atau fakta tertentu.  Dengan cara demikian artikel opini selalu mencerdaskan pembacanya.

Nyatanya saya kerap merasa tertipu, bahkan kadang merasa dirugikan, setelah membaca sejumlah artikel yang diklaim opini di Kompasiana.  Sebab artikel itu ternyata kelas "Opo nie" yang miskin referensi, minus kerangka pikir, dan defisit data, sehingga ujungnya (maaf) "mendungukan". Isinya hanya reproduksi fakta dan opini yang sedang tren.

Penyebab penurunan mutu artikel-artikel opini itu sudah diungkap Mas YB dengan tepat. Saya rumuskan ulang di sini.

Pertama,  "kemalasan literasi", malas mencari dan membaca sehingga miskin referensi dan data, lalu artikel menjadi sarat spekulasi atau bahkan cenderung hoaks.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun