Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terima Kasih Umat Katolik Indonesia

19 April 2020   07:44 Diperbarui: 19 April 2020   13:59 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum terlambat menghaturkan terimakasih kepada umat Katolik Indonesia.  Tidak hanya kepada umat awam tetapi juga para klerus yaitu diakon, imam dan uskup.

Terimakasih layak disampaikan karena kerelaan tanpa syarat dari umat Katolik Indonesia untuk menjalani Ibadah Paskah tahun 2020 ini secara on-line di rumah. Mulai dari ibadah Minggu Palma, Kamis Putih, Jumat Agung sampai Sabtu Suci atau Malam Paskah.

Sebenarnya menjalani Ibadah Paskah adalah kewajiban sekaligus hak umat Katolik.  Ucapan terimakasih disampaikan kepada mereka karena hal itu dilaksanakan dengan berpegang pada protokol pencegahan perluasan pandemi Covid-19.

Sedikitnya ada tiga alasan untuk berterimakasih.  

Pertama, umat Katolik telah membuktikan kepatuhan kepada aturan pemerintah untuk tetap tinggal di rumah.  Sekaligus kepatuhan kepada Gereja dengan tetap menjalankan Ibadah Paskah, kendati secara on-line. Ini membuktikan prinsip "seratus persen Indonesia seratus persen Katolik".

Kedua, dengan menjalankan Ibadah Paskah di rumah, umat Katolik telah menjaga gereja agar tidak menjadi lokus dan sumber penularan Covid-19.  Walaupun belum tentu kejadiannya akan begitu, setidaknya sudah melakukan pencegahan. Telah ada kasus-kasus ibadah bersama yang berakhir dengan penularan Covid-19 di sejumlah tempat.

Ketiga, umat Katolik sudah memberikan teladan bahwa ibadah tidak mesti berjamaah di gedung gereja atau di tanah lapang. Berlaku satu prinsip imani di sini: "gereja (gedung) boleh tutup tapi Gereja (Tubuh Kristus) tetap buka". Artinya, Gereja tetap hidup di dalam diri setiap umat, walau (untuk sementara) kegiatan ibadah berjamaah dihentikan, demi keselamatan bersama.

Tentu ada kasus-kasus umat Katolik "membandel" dengan tetap melaksanakan ibadah bersama di masa pandemi Covid-19, dengan sesuatu alasan yang "tidak relevan dengan situasi darurat bencana Covid-19". Kasus-kasus semacam itu harus disesalkan dan tidak boleh lagi terulang.  

Sebuah anekdot saduran kiranya cocok menutup ucapan terimakasih ini.

Ada seorang umat yang naik ke pucuk menara gereja untuk menyelamatkan diri dari air bah. Dia berdoa mohon pertolongan kepada Tuhan.
Sepanjang dia berdoa itu di bawahnya lewat berperahu, berturut-turut satu keluarga dari agama lain yang dibencinya, satu keluarga dari etnis lain yang dibencinya, dan akhirnya aparat pemerintah yang dibencinya.

Tapi dia menolak ajakan naik perahu dari tiga kelompok itu dan tetap ngotot berseru minta pertolongan pada Tuhan.

Ketika air bah udah merendam sampai batas dagunya, tiba-tiba Tuhan menjawab doanya: "Aku sudah lewat tiga kali menawarkan pertolongan tapi kau menolaknya."

Begitulah, untuk dapat selamat dari bencana Covid-19, setiap warga harus mendayagunakan satu karunia yang sama dari Tuhan:  pikiran jernih dan hati bersih.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun