Uniknya, di punggung Pulau Samosir terdapat empat danau kecil (pea) yang elok. Danau Silengge di Desa Huta Tinggi-Pangururan, Danau Sidihoni (5 ha) di Desa Sabungannihuta-Ronggurnihuta, Danau Sipalionggang di Desa Ronggurnihuta dan Danau Aeknatonang (105 ha) di Desa Tanjungan Kecamatan Simanindo.
Dari empat danau mini itu, Sidihoni dan Aeknatonang sudah menjadi destinasi wisata yang cukup diminati turis.
Pulau Samosir mencakup enam dari sembilan kecamatan di Kabupaten Samosir. Di belahan barat, berturut-turut dari utara ke selatan, ada Pangururan (ibu kota Samosir), Palipi, dan Nainggolan. Di belahan timur ada Simanindo di utara dan Onanrunggu di selatannya.
Di tengahnya, di punggung Samosir, terjepit Kecamatan Ronggurnihuta. Dinamai seperti itu karena setiap kali ada ronggur (guntur), orang menganggapnya bersumber dari Ronggurnihuta.
Pulau Samosir tergolong "gundul". Tutupan vegetasi hutannya terbilang sempit, hanya 108.5 km2, atau 17.2% dari luas pulau (630 km2), dan semakin sempit karena rawan pembalakan. Selebihnya padang rumput, savana, dan areal pertanian lahan kering.Â
Dengan vegetasi seperti itu, pulau ini kerap kerontang saat kemarau dan sebaliknya banjir saat penghujan.
Pada bulan-bulan basah, kawasan pertanian rakyat di sisi barat pulau ini sebenarnya menyajikan mosaik warna-warni yang elok. Seturut ragam jenis tanaman yang dibudidayakan penduduk. Antara lain padi, jagung, kedelai, bawang merah, dan jahe.Â
Warna daun ragam tanaman itu saling berbeda dan berubah-ubah sepanjang usia tanam.
Dua Belahan Batak Toba
Perkampungan pertama orang Batak Toba adalah Sianjurmulamula, berada di lembah Sagala-Limbong, di kaki barat Gunung Pusuk Buhit.
Komunitas Batak pertama, "Si Raja Batak", dan kemudian dua komunitas berikutnya yang dipersepsikan sebagai "putra Si Raja Batak", yaitu kelompok Tateabulan/Lontung dan Isumbaon/Sumba, bermukin di kampung Sianjurmulamula itu.
Tuturan tentang kewargaan dua belahan Batak Toba ini sedikit membosankan. Tapi penting untuk diketahui.