Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Misa di Masa Corona, Serasa Terlempar ke Era Gereja Perdana

30 Maret 2020   20:21 Diperbarui: 31 Maret 2020   09:59 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Altar sederhana untuk Misa Prapaskah Minggu V secara on-line di rumah (Dokpri)


Gereja Katolik di Indonesia sungguh bertanggungjawab di masa pandemi Covid-19 ini. Kebijakan “tinggal di rumah” yang dicanangkan pemerintah untuk memutus rantai tular Covid-19 direspon positif. 

Keuskupan-keuskupan di Indonesia kini menyelenggarakan ibadah on-line.  
Misa Minggu Prapaskah, Doa Rosario, novena, ibadat sabda, dan renungan kini dijalankan secara “live streaming”.  

Umat, dalam satuan-satuan keluarga, tinggal duduk sopan di rumah sendiri mengikutinya. Tentu dengan menyiapkan kelengkapan ibadah sebisanya.  

Khusus untuk Perayaan Paskah bulan April 2020 nanti, jadwal penyelenggaraan Misa on-line sudah disiapkan. Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) misalnya sudah membagikan jadwal Misa on-line mulai dari Minggu Palma, Kamis Putih, Jumat Agung, sampai Malam Paskah. Layanan on-line diselenggarakan bekerjasama dengan TVRI dan RRI, LIFE Channel (MNC), Vidio.com (EMTEK) dan HidupTV (live streaming).

Lewat artikel “Paskah di Rumah, Mungkinkah?” (kompasiana.com 19/3/2020), saya memang telah mohon kebijakan Yang Mulia Para Uskup se-Indonesia untuk sudi menyelenggarakan Perayaan (Minggu Suci) Paskah secara on-line. Demi keselamatan umat dan bangsa dari pandemi Covid-19.

Tapi, saya yakin, bukan artikel itu yang mengilhami Yang Mulia Para Uskup. Roh Kudus-lah yang telah bekerja menerangi pikiran dan hati mereka.  Sehingga mampu bertindak selayaknya “Gembala Baik” yang bertanggungjawab menjaga keselamatan “domba-domba”-nya dari ancaman “binatang buas”.

Saya akan gambarkan suasana Misa on-line di rumah itu dengan menuturkan kasus Keluarga Poltak di Jakarta.  Setelah itu saya masuk pada pembandingan suasana dengan cara ibadah Gereja Perdana.

***

Hari Minggu, 29 Maret 2020. Umat Katolik di Indonesia memasuki Minggu V Masa Prapaskah. Tak terkecuali keluarga Poltak.

Tinggal di Jakarta, sebagai umat KAJ, keluarga Poltak konsisten mengikuti Perayaan Misa on-line yang disiarkan secara live-streaming  dari Gereja Katedral Jakarta.  Pilihan waktu jatuh pada Perayaan Misa pukul 09.00 WIB.  

Sebenarnya ada pilihan jam lain dari keuskupan lain.  Misalnya dari Keuskupan Agung Semarang (KAS), Keuskupan Bandung, dan Keuskupan Lampung.  Tapi, ya, itu tadi, Poltak konsisten sebagai umat KAJ.

Sejak pukul 07.00 pagi keluarga Poltak sudah mempersiapkan diri selayaknya akan pergi ke gereja.  Altar darurat disiapkan lengkap dengan salib, lilin, dan bunga ala kadarnya.  Laptop disiapkan di depan altar untuk mengakses live streaming Misa dari Gereja Katedral.

Poltak sekeluarga, berempat dengan isteri dan dua anak gadisnya, sudah mandi pagi.  Lalu mengenakan pakaian rumah yang lebih rapi. Sebab ini mau kebaktian Misa.  Harus salin sepantasnya.

Tepat pukul 09.00 WIB Misa Prapaskah Minggu V dimulai secara on-line, live streaming dari altar Gereja Katedral. Tema Misa: “Tuhan sendiri menolong.” 

Misa dipersembahkan secara konselebrasi  oleh selebran Pastor Hadi Rudi Hartoko, SJ dan konselebran Pastor Kristiono Puspo, SJ serta Pastor Edy Mulyono, SJ. Misa ini disiarkan secara nasional lewat TVRI dan LIFE Channel.

Sebenarnya ini Misa on-line yang kedua kalinya untuk keluarga Poltak. Minggu lalu, Minggi IV Prapaskah, sudah diikuti secara on-line juga.  Tapi Poltak masih tetap merasa janggal, tanpa sesama umat di sekitarnya dan pastor pemimpin Misa ada di altar depan.

Namun karena sudah terbiasa juga duduk di luar gereja saat musim padat, dan mengikuti Misa dengan menonton layar CCTV, maka rasa janggal itu sedikit demi sedikit teratasi juga. Ya, hitung-hitung seperti pergi ke gereja tapi tidak kebagian bangku di dalam.

Bacaan Injil pada Misa kali ini adalah perikop tentang  kasih Yesus membangkitkan  Lazarus dari kuburnya.  Dalam perikop ini dikatakan Yesus sudah tahu sebelumnya bahwa Lazarus sakit parah.  Tapi Dia sengaja datang ke rumah Maria dan Martha, dua saudari Lazarus, setelah Lazarus meninggal.

“Tuhan, seandainya Engkau ada di sini ,  saudaraku pasti tidak mati,” ratap Martha.  “Saudaramu akan bangkit,” kata Yesus.  

Yesus pergi ke gua kuburan Lazarus, meminta pintu batu di buka, lalu memerintahkan Lazarus keluar dari dalam kuburnya.  Mujizat terjadi, Lazarus bangkit dari kematiannya lalu keluar dari gua kuburannya.

Dalam kotbahnya, Pastor Rudi mengingatkan agar umat jangan berandai-andai (seperti Martha) terkait wabah pandemi Covid-19.  Wabah Covid-19 sudah terjadi di tengah kita.  

Sikap dan tindakan terbaik kini adalah “bangkit bersama melawan”.   Dengan cara karantina mandiri:  jaga jarak sosial, jaga jarak fisik, dan jaga kebersihan.  

Percayalah, “Tuhan sendiri menolong”, sehingga kita pasti lepas dari pandemi Covid-19.  Sebagaimana Yesus telah membangkitkan Lazarus dari kematian, demikian pula Dia akan menolong umatNya bangkit mengatasi Covid-19.

Pada saat komuni, Poltak merasa janggal tidak menerima hosti,  “Tubuh Kristus dalam rupa roti”, dari pastor.  Sebagai gantinya dibacakan Doa Komuni Batin anggitan Santo Alfonsus Liguori. Karena ini Doa Komuni, saya harus kutipkan lengkap di bawah ini.

“Yesusku, aku percaya bahwa Engkau hadir dalam Sakramen Mahakudus. Aku mengasihi-Mu melebihi segala sesuatu,dan aku merindukan Engkau dalam seluruh jiwaku. Karena aku tidak dapat menerima-Mu secara sakramental saat ini,maka datanglah ya Tuhan sekurang-kurangnya secara rohani dalam hatiku,meskipun Engkau selalu telah datang.
Aku memeluk-Mu dan ingin mempersatukan seluruh diriku seutuhnya dengan-Mu, dan jangan izinkan aku terpisah dari-Mu.
Amin.”

Poltak percaya, dengan pertolongan Tuhan, bencana Covid-19 akan berlalu. Bila saat itu tiba, dan pasti tiba, dia akan menerima “Tubuh Kristus” secara langsung.  Kelak, rindunya pasti akan terbayar lunas.

***

Mengikuti Misa on-line di rumah, terbatas keluarga inti seperti Poltak, mengingatkan saya pada situasi Gereja Perdana atau Gereja Mula-mula. Ini pembandingan suasana saja, karena faktual keduanya tidaklah setara.

Gereja Perdana adalah gereja embriotik rintisan Para Rasul Kristus sekitar tahun 33-325 M. Umat pertama Gereja Perdana adalah 3,000 orang yang bertobat lalu dibaptis sebagai Pengikut Kristus setelah mendengarkan kotbah Rasul Petrus, 50 hari setelah kebangkitan Kristus.

Umat Gereja Perdana ini harus beribadah secara sembunyi-sembunyi karena dimusuhi dan diburu untuk dibunuh oleh tokoh-tokoh Yahudi.  

Salah seorang tokoh pemusnah umat Gereja Perdana adalah Saulus. Dalam perjalanan ke Damaskus untuk memburu pengikut Kristus, Saulus mata dibutakan oleh Kristus yang hadir dalam rupa Cahaya.  Sejak itu Saulus bertobat dan menjadi pengikut Kristus yang militan dengan nama baru Paulus.

Sejarah perkembangan Gereja Perdana di wilayah Romawi juga sempat diwarnai penganiayaan dan pembunuhan oleh para Kaisar Romawi yang anti-Kristus.  Antara lain pada masa pemerintahan Kaisar Nero.

Akibatnya umat Gereja Perdana di wilayah Romawi harus beribadah sembunyi-sembunyi di katakombe, gua-gua bawah tanah.  Supaya selamat dari ancaman penganiayaan dan pembunuhan.

Suasana Misa di masa corona, masa pandemi Covid-19, terbayangkan seperti suasana ibadah-ibadah umat Gereja Perdana itu. Keluarga-keluarga Katolik harus “sembunyi” di rumah, menjalankan ibadah secara tertutup, untuk menghindari “aniaya” (sakit) atau bahkan “pembunuhan” (meninggal dunia) oleh “massa Covid-19”.  

Ada ketakutan yang mencekam karena ketidak-tahuan dan kekalutan massal. Ketakutan akan sosok misterius, jasad renik tak kasat mata, yang berkeliaran mencari korban di luar sana.  Sosok misterius itu, virus corona 19, bisa ada di mana saja dan bisa menyerang siapa saja, kapan saja, di luar sana.

Maka tidak ada pilihan yang lebih bijak dari "sembunyi di rumah".  Berkumpul di gereja adalah penyodoran diri terhadap serbuan Covid-19.  Sebab jika ada seorang umat yang tanpa sadar sudah terpapar Covid-19, maka besar kemungkinan virus itu diam-diam menulari umat lainnya dalam laju eksponensial.

Memang ada beda nyata umat Katolik masa Covid-19 dan umat Gereja Perdana. Umat Gereja Perdana, jika terbunuh oleh pembencinya, maka dia mati sebagai martir. Umat Katolik sekarang, jika sampai meninggal karena serangan Covid-19, maka hanya menorehkan kesia-siaan yang pedih.

Maka, sebagai ikhtiar menghindari kesia-siaan semacam itu, sudah benar keputusan Yang Mulia Para Uskup untuk mempersembahkan Misa on-line untuk umatNya yang “diam di rumah”.

Tuhan pasti hadir di rumah-rumah umat. Sebab Yesus sendiri sudah bersabda, “Di mana ada dua tiga orang berkumpul atas namaKu, di situ Aku ada.”  Ya, Yesus hadir di rumah-rumah yang hening di masa pandemi Covid-19.

Tepatlah puisi K.H. Mustofa Bisri (Gus Mus), “Tuhan Mengajarkan Melalui Corona”, yang viral baru-baru ini.  Saya petikkan beberapa baris penuh makna di bawah ini.

Ketika Corona datang/Engkau dipaksa mencari Tuhan … Pada kesendirianmu/ Pada mulutmu yang terkunci/Pada hakikat yang senyap/Pada keheningan yang bermakna.”

Begitulah, pandemi Covid-19 seolah menjadi  mesin waktu yang melemparkan umat Katolik ke era Gereja Perdana.  Era umat memuliakan Tuhan secara sembunyi-sembunyi, tanpa keriuhan massa, di rumah-rumah atau lorong-lorong bawah tanah yang hening.  

Tetapi justru di dalam hening itulah Tuhan berkenan hadir menolong umatNya. Sebab hening adalah ruang bagi Tuhan untuk dapat mendengar doa umatNya. Sekaligus ruang bagi umat untuk dapat mendengar jawaban Tuhannya.

Masa corona dengan demikian seharusnya menjadi  momen pendefinisian ulang cara beriman bagi umat beriman. Dari kemewahan kepada kesahajaan. Dari keriuhan kepada keheningan. Dari keramaian kepada kesendirian.

Demikian catatan saya, Felix Tani, menulis dari “rumah yang hening” di Jakarta. Sambil berdoa, "Tuhan, tolong kami keluar dari bencana ini. Amin."(*)
 
 
 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun