Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Merayakan Paskah di Rumah, Mungkinkah?

19 Maret 2020   16:40 Diperbarui: 20 Maret 2020   10:34 2649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teknologi komunikasi elektronik adalah karunia besar dalam masa pandemi Covid-19 kini. Ia memungkinkan penerapan social distancing, suatu langkah efektif untuk mencegah perluasan penularan virus corona.

Sekaligus komunikasi elektronik juga efektif mengurangi mobilitas fisik antar lokasi serta kerumunan, sepanjang tujuannya kegiatan-kegiatan itu adalah komunikasi.

Arahan Presiden Jokowi hari ini, 19 Maret 2020 sangat jelas. Pencegahan penyebaran Covid-19 adalah prioritas bersama. Untuk itu setiap warga negara perlu melakukan tiga hal, yaitu kurangi mobilitas fisik antar lokasi, jaga jarak antar-individu (social distancing), dan kurangi kerumunan.

Untuk itu kebijakan belajar dari rumah, bekerja dari rumah, dan beribadah di rumah harus bisa dijalankan secara efektif.

Khusus kebijakan beribadah di rumah, lembaga-lembaga keagamaan dan tokoh-tokoh agama dihimbau untuk arif mencegah potensi penyebaran Covid-19 melalui kegiatan keagamaan. Acara keagamaan yang melibatkan banyak orang perlu dipertimbangkan matang penyelenggaraannya.

Tempat-tempat ibadah, semisal gereja, memang berpotensi menjadi lokus penularan virus corona. Posisi duduk rapat di bangku gereja memudahkan penularan jika ada seorang umat yang tak terdeteksi sebagai pembawa Covid-19.

Karena itu di Filipina misalnya, posisi duduk di bangku gereja diberi garis batas sehingga jarang antar individu umat tak kurang dari satu meter. Akibatnya, tentu saja, daya tampung gereja bisa menciut menjadi seperempatnya saja.

Gereja Katolik di Indonesia sejauh ini juga sudah merespon positif himbauan pemerintah. Tiga langkah yang disampaikan Presiden Jokowi itu, ditambah menjaga kebersihan, sudah disosialisasikan langsung lewat mimbar gereja.

Tata-cara liturgi Gereja Katolik juga sudah menyesuaikan. Tidak ada keharusan untuk ambil air suci di pintu gereja. Tidak usah salaman sewaktu berkat damai. Menerima hosti saat komuni jangan pakai mulut. Pastor dan pro-diakon pembagi hosti cuci tangan dengan disinfektan lebih dahulu.

Bahkan di beberapa gereja upacara liturgi misa diperpendek waktunya dari biasanya satu jam menjadi setengah jam saja. Maksudnya untuk memperpendek waktu kontak antar umat dalam gereja.

Juga kepada umat yang kurang sehat, semisal batuk atau flu, diminta untuk menahan diri di rumah, tidak perlu datang ke gereja.

Terbaru, Keuskupan Agung Jakarta misalnya memutuskan untuk meniadakan semua ritus kolektif tanggal 20 Maret sampai 3 April 2020. Termasuk misa hari Minggu, misa harian, dan ibadat komunitas umat lingkungan dan wilayah.

Ibadat gereja Katolik yang berbasis ritus kolektif memang menjadi dilematis di masa Covid-19 ini. Jika tidak datang ke gereja untuk ikut Misa, maka tak afdol rasanya.

Jika datang ke gereja, maka ada rasa tidak aman, bahkan curiga pada tetangga duduk sebangku. Jangan-jangan dia pembawa virus corona. Tetangga sebelahnya mungkin berpikir sama pula.

Bagi Gereja Katolik, masalahnya menjadi lebih dilematis karena akan memasuki masa Trihari Suci Paskah 2020. Kamis Putih (9 April), Jumat Agung (10 April) dan Malam Paskah (11 April) sudah dekat. Sebelumnya juga ada Minggu Palma (5 April).

Kamis Putih dan Trihari Suci Paskah adalah hari-hari paling padat di gereja dan paling melelahkan bagi umat Katolik. Jauh lebih ramai dan lebih melelahkan dibanding Hari Natal. Sebab perayaan Trihari Suci Paskah itu adalah perenungan inti iman Katolik yaitu Keselamatan oleh Kasih Tuhan.

Beberapa Keuskupan sebenarnya sudah melakukan antisipasi. Upacara sembah salib pada Jumat Agung misalnya tidak perlu cium salib, cukup menangkupkan telapak tangan di dada dengan khidmat. Atau kalau mau cium salib juga, silahkan bawa salib sendiri-sendiri.

Sudah pasti juga di pintu masuk gereja akan disiapkan sensor suhu badan untuk mendeteksi ada tidaknya umat yang terduga terinfeksi Covid-19.

Pertanyaannya, apakah itu sudah cukup sebagai upaya mencegah perluasan penularan Covid-19 melalui wahana ritus kolektif di gereja? Yakin tidak akan kecolongan? Mengingat adanya kemungkinan "pembawa virus" yang tidak terdeteksi dan yang bersangkutan juga tidak tahu-menahu?

Jika saya menyinggung teknologi internet di depan, maka sejatinya saya berharap Yang Mulia Para Uskup Katolik se-Indonesia dan Bapak Kardinal mempertimbangkannya sebagai solusi.

Izinkan saya sebagai salah seorang umat Katolik mengusulkan agar para Uskup Yang Terhormat, melalui Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dapat mempertimbangkan perayaan Trihari Suci Paskah menggunakan mofa komunikasi elektronik di seluruh Indonesia.

Biarlah umat diberi pilihan untuk merayakan Trihari Suci Paskah di rumah masing-masing. Ya, di rumah saja. Tidak perlu datang beramai-ramai ke gereja. 

Bukankah dalam ajaran iman Katolik keluarga juga diyakini sebagai Gereja? Misa dalam Gereja Keluarga mungkin semacam kembali ke Gereja Pertama, ke era Ecclesia.

Dengan begitu, Gereja Katolik telah berperan signifikan membentuk social distancing dan mencegah kerumunan.

Sebenarnya sudah ada contoh. Sebagian kecil umat Katolik lazim mengikuti Misa Natal dan Misa Paskah yang dipimpin langsung oleh Bapak Paus dari Vatikan, lewat siaran televisi.

Jadi, saya berpikir, bukan tidak mungkin perayaan Trihari Suci Paskah dan Minggu Palma dilaksanakan lewat komunikasi elektronik. Antara lain melalui live streaming, Youtube, dan siaran televisi yang dapat diakses umat Katolik lewat gadget.

Misa Trihari Suci Paskah itu bisa saja diadakan per Keuskupan. Langsung dipimpin oleh Bapak Uskup masing-masing.Dengan demikian warna lokal Trihari Suci Paskah tetap dapat dipertahankan.

Mungkin ada yang bertanya, bagaimana dengan hosti, simbol Tubuh Kristus. Misa tidak sah apabila tidak ada hosti yang dibagikan Imam kepada Umat.

Itu bisa diatasi. Organisasi Gereja Katolik terkenal rapi dan solid sampai ke akar rumput (umat basis). Hosti yang telah diberkati bisa saja terlebih dahulu dibagikan kepada keluarga-keluarga umat lewat organisasi Wilayah Umat dan Lingkungan Umat. 

Pada saat perayaan lewat komunikasi elektronik, hosti tersebut nanti dibagikan oleh kepala keluarga masing-masing.

Yang Mulia Bapak-Bapak Uskup se-Indonesia, sekarang ini adalah masa kritis yang memerlukan kebijakan dan keputusan besar yang tepat.

Perayaan Trihari Suci Paskah secara digital, lewat komunikasi elektronik yang telah diakui Gereja sebagai berkah jaman ini, saya pikir adalah sumbangan besar Gereja Katolik untuk bangsa ini. Karena potensinya untuk mencegah percepatan perluasan penularan Covid-19 melalui wahana ritus kolektif di gereja.

Mohon tidak mengulang lagi ritus kolektif seperti Pentahbisan Uskup Ruteng hari ini, Kamis 19 Maret 2020.

Dengan segala maaf, saya harus katakan bahwa pelaksanaan pentahbisan itu, yang menafikan himbauan Kepala BPBN, adalah sebuah sikap "tidak pantas" dalam masa serbuan Covid-19.

Sikap itu tak mencerminkan integrasi dan solidaritas sosial yang sungguh diperlukan bangsa ini untuk melawan serangan virus corona.

Sekaligus sikap itu adalah sebentuk "arogansi sakralitas" yang menganggap enteng masalah-masalah profan, masalah-masalah empirik duniawi. Seolah semua hal takluk di bawah nama upacara keagamaan.

Demikian usulan saya, Felix Tani, petani mardijker, seorang Katolik yang masih belajar untuk "menjadi Katolik".(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun