Saya lalu menyarankan agar terusan itu direvitalisasi menjadi destinasi wisata dengan cara mengeruk dan memperlebarnya. Â Lalu di bantarannya saya sarankan untuk dibangun taman dan sarana wisata, semacam "waterfront city".
Terusan akan dikeruk dan diperlebar menjadi 80 meter. Â Lalu di bantaran terusan akan dibangun sarana wisata dengan konsep "waterfront city".
Inti Wisata Danau Toba
Pada akhirnya, saya perlu ulangi, cara terbaik menikmati keindahan kawasan Danau Toba adalah berkunjung ke "inti"-nya yaitu ke Pulau Samosir. Â Â
Dari tengah pulau itu, dengan menempatkan diri sebagai bagiannya, kita akan mengalami keindahan tiada tara dari kawasan Danau Toba. Karena kita ada di dalamnya maka kita adalah bagian dari keindahan itu.
Samosir, dalam pandangan saya, adalah "tanah terjanji" di dunia wisata. Â Semua ada di sini: ekologi yang memikat, panorama yang permai, budaya Batak asli, geosite, dan lain-lain.Â
Tinggal bagaimana memoles dan menyajikannya. Terutama memoles komunitas Batak Samosir agar bisa menempatkan diri sebagai "boru" (penerima berkah) yang melayani wisatawan sebagai "hulahula" (sumber berkah).
Jika judul tulisan ini mempertanyakan peran Tuhan dalam penciptaan bumi Samosir, maka bukan maksud saya untuk menafikan Tuhan sebagai "causa prima", awal dari segala yang ada. Â Saya hanya ingin menekankan bahwa keadaan Samosir kini sebagai sebuah pulau adalah buah kerja manusia.
Denikian pula, keadaan Samosir ke depan sepenuhnya adalah hasil karya manusia Samosir sendiri. Â Jika ingin Samosir menjadi "pusat wisata" Danau Toba, maka ikhtiarlah masyarakat Samosir. Â
Ciptakanlah Pulau Samosir menjadi destinasi wisata kelas dunia lalu tawarkanlah pada wisatawan. Belanda sudah menciptakan pulaunya, giliran orang Samosir untuk membangunnya.