Bayangkan kemungkinan sejumlah pertanyaan berikut. Â Â
Menteri LHK: "Mengapa revitalisasi Monas berimplikasi devitalisasi ruang terbuka hijau? Â Lalu apa langkah kongkrit Pemda Jakarta untuk mensubstitusi fungsi ekologis 200 pohon yang sudah ditebang?"
Menteri PUPR: "Seurgen apa pembangunan infrastruktur plaza baru di Monas dan sesignifikan apa kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, ekonomi rakyat dan kesejahteraan sosial masyarakat Jakarta?"
Mendikbud: "Pelajaran penting apa yang dapat dipetik para peserta didik Jakarta dari tindakan Pemerintah menggunduli vegetasi Monas demi pembangunan plaza?"
Menparekraf: "Sekarang eranya blue economy, setingkat di atas green economy. Apakah revitalisasi Monas berupa pembangunan plaza sudah memenuhi asas-asas blue tourism and creative economies?"
Menhub: "Apa implikasi dan kontribusi revitalisasi Monas berupa pembangunan plaza terhadap pembangunan transportasi modern di Jakarta?" Â
Mensesneg: "Mengapa Gubernur Jakarta selaku Sekretaris Komisi Pengarah tidak tahu bahwa setiap kegiatan pembangunan di Monas harus mendapatkan persetujuan dari Komisi Pengarah?"
Tentu saja, sepeeti biasa, Anies Baswedan dengan lancar akan menjawab setiap pertanyaan itu. Lepas dari soal apakah jawabannya relevan atau tidak, data pendukungnya valid dan kuat atau tidak, membumi atau mengawang, jujur atau berdalih. Â
Prinsipnya, apapun jawaban Anies, menurut dugaan saya, keputusan Komisi Pengarah sudah bulat: "Pak Anies, silakan melanjutkan revitalisasi Monas."
***
Dugaan saya, keputusan untuk melanjutkan revitalisasi Monas yang telah dijalankan secara sepihak oleh Anies akan disertai dengan tiga rekomendasi mendasar.