Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Resolusi 2020, Tidak Menulis untuk Kompasiana

31 Desember 2019   18:17 Diperbarui: 1 Januari 2020   10:13 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi Kompasianer itu jalan derita. Susah-payah menulis, tak ada honornya. Paling K-Rewards yang jumlahnya tak seberapa dan belum tentu juga didapat. Lalu untuk apa bertahan di Kompasiana?

Menulis untuk siapa? Ini pertanyaan wajib jawab untuk setiap penulis. Gagal jawab, gagal nulis.

Jawabannya beragam. Mungkin untuk diri sendiri. Hasilnya adalah diary. Untuk konsumsi pribadi.  

Atau barangkali untuk pacar. Hasilnya adalah surat cinta atau mungkin pemutusan jalinan cinta.  Untuk konsumsi berdua.  

Bisa juga untuk perusahaan tertentu. Hasilnya adalah iklan atau promosi. Menulis sesuai pesanan, demi imbalan. Halal.

Atau mungkin menulis untuk penerbit tertentu.  Hasilnya adalah pamflet. Tulisan harus sesuai dengan atau mengukuhkan misi penerbit.  Menyimpang dari itu, pasti ditolak.

Bisa juga menulis untuk komunitas ilmiah. Hasilnya laporan ilmiah yang cenderung kaku, kering, tidak menarik.

Jawaban lain, menulis untuk khalayak. Nah, ini hasilnya tulisan anarkis.  Tulisan tentang apa saja yang ditulis dengan cara apa saja. Tulisan yang tidak tunduk pada tirani  "arus utama". Yang penting logis, etis dan sebisanya estetis.

Setiap orang bebas menentukan dirinya menulis untuk siapa. Yang penting harus ada target pembaca. Sehingga bisa ditentukan topik, bahasa, dan cara tulis.

***

Jika saya ditanya untuk siapa menulis, maka jawabannya untuk khalayak.  
Mengapa untuk khalayak? Karena saya adalah penulis anarkis yang menulis untuk pembaca anarkis.  

Khalayak menurut saya adalah kategori sosial anarkis. Saya tidak pernah tahu siapa saja di dalamnya, bagaimana karakternya, apa minatnya, apa maunya, apa kompetensinya, bagaimana gaya hidupnya, dan sebagainya.

Secara khusus saya juga tidak tahu bagaimana perilaku literasinya. Yang saya tahu, khalayak anarkis itu merdeka untuk membaca,menafsir, dan merespon tulisan apapun oleh siapapun. Seturut kehendak dan caranya sendiri.

Karena itu menulis untuk khalayak anarkis bagi saya serupa aksi menjajah kemerdekaannya. Amunisinya adalah artikel anarkis yang ditembakkan secara anarkis ke tengah khalayak yang juga anarkis.

Mengapa harus artikel anarkis? Karena khalayak yang anarkis menurut hemat saya tidak tertarik pada artikel arus utama. Mereka membutuhkan sesuatu yang anarkis, sesuatu yang menyimpang, yang terkesan "gila". Tapi tetap logis, etis, dan sebisanya estetis.

Ketika artikel anarkis ditembakkan ke tengah khalayak, lalu mereka tertarik membaca dan menafsir.  Pada saat itulah tanpa disadari kemerdekaannya telah terjajah.  Sebab perhatiannya sudah terikat pada artikel. Lepas dari fakta mereka menafsir artikel semaunya.

Apakah setiap artikel anarkis pasti mengikat perhatian khalayak anarkis? Tentu saja tidak. Tidak setiap pernyataan cinta bersambut, bukan? Demikian pula tidak setiap artikel anarkis disambut khalayak. Selalu ada peluru yang meleset dari sasaran, bukan?

Tidakkah berlebihan mengibaratkan penulisan artikel anarkis semacam penjajahan kemerdekaan khalayak? Tentu berlebihan untuk penulis arus utama.  Tapi biasa saja untuk penulis anarkis.

Saya sederhanakan saja rumusannya. Menulis artikel adalah inovasi literasi. Mempublikasinya adalah invasi literasi.

***

Lantas apa hubungannya dengan Resolusi 2020, "Berhenti menulis untuk Kompasiana?"

Sederhana saja.  Saya memang tidak pernah menulis untuk Kompasiana sejak mula (2014). Tapi saya menulis untuk Kompasianer di blog sosial Kompasiana.  
Selamanya akan begitu. Tidak akan berubah. Itu resolusi saya tahun 2020.

Kompasianer bagi saya adalah khalayak maya dengan perilaku literasi yang anarkis. Khususnya perilaku baca artikel.
Kompasianer merdeka memilih membaca artikel mana saja, kapan saja, di mana saja dan dengan cara apa saja.  Semau Kompasianer saja.

Kompasianer juga merdeka menafsir dan merespon artikel, termasuk artikel anarkis.  Ada yang bilang aktual, menarik, bermanfaat, tidak menarik, menghibur, inspiratif, atau unik.  

Ada yang merespon dengan komentar, atau sebaliknya tak berkomentar. Jika berkomentar ada yang santun, sadis, irrelevan, supportif, destruktif, dan biasa-biasa saja.  

Memang tidak mudah menjajah kemerdekaan khalayak  Kompasianer yang anarkis.  Tidak mudah mengikat perhatiannya.

Tapi seorang penulis artikel anarkis tidak kenal kata "menyerah".  Dia akan tetap menulis sampai titik terakhir di ujung artikelnya.  

Saya hanya menulis tentang apa yang saya sukai dan kuasai dengan cara suka-suka. Intensi saya menguasai rasa suka khalayak Kompasianer yang sesuka hati. Dengan cara berusaha mempertemukan apa yang saya sukai dengan apa yang mereka ingin kuasai.

Lalu, setelah itu semua, apa hasilnya? Uang? Tidak!  Ada yang lebih dulu sebelum uang.  Itulah komunikasi. Lebih penting dari uang adalah terbentuknya kesepahaman tentang sesuatu hal antara dengan Kompasianer pembaca artikel saya. Sekalipun itu hanya dengan, untuk ekstrimnya, seorang Kompasianer.

Demikianlah pernyataan resolusi 2020 dari saya, Felix Tani, petani mardijker, selamanya menulis untuk Kompasianer, tidak untuk Kompasiana.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun