Kegiatan binda sudah harus selesai sebelum tengah hari. Semua rumahtangga harus mendapatkan bagian daging untuk dimasak sebagai lauk makan siang bersama. Biasanya dibuat sangsang (cincang), tanggo-tanggo (gajeboh) dan sira-pege (panggang).
Cara mendapatkan dana untuk pembelian babi itu mencerminkan kemandirian komunitas. Di Panatapan pembayaran dilakukan secara natura, dalam bentuk gabah. Gabah dikumpulkan pada panitia. Lalu panitia menjual gabah ke toke boras (pedagang beras). Uang hasil penjualan itulah yang disetorkan ke toke babi.
Dengan cara itu orang miskin dimungkinkan membeli bagian daging, walau misalnya hanya 1 bagian. Karena setiap rumahtangga di Panatapan adalah petani yang punya simpanan gabah di rumahnya.
Secara khusus para kepala keluarga kurang mampu diberi peran lebih dalam kegiatan binda. Untuk itu mereka akan mendapatkan sedikit tambahan daging sebagai imbalan. Begitulah nilai keadilan dan solidaritas itu diamalkan.
***
Binda adalah pranata pemeliharaan nilai kebersamaan, gotongroyong, solidaritas, dan keadilan dalam masyarakat Batak. Atau, boleh dikatakan, binda adalah proses pemanggungan sekaligus pengukuhan kembali nilai-nilai itu.
Sangat disayangkan, memasuki melenium ketiga ini, pranata binda dalam rangka Tahun Baru sudah mulai memudar di Tanah Batak. Alasannya, lebih praktis membeli daging di pasar. Bisa pilih daging babi, sapi, atau kerbau. Binda dianggap merepotkan.
Alasan binda merepotkan, menurut saya lebih sebagai pembelaan pada nilai individualistik yang mulai meraja dalam masyarakat Batak. Nilai-nilai gotongroyong dan solidaritas sosial sudah mulai memudar. Bersamaan dengan menguatnya modernisasi dan kapitalisme dalam kehidupan orang Batak Toba.
Saya kira ada baiknya orang Batak Toba melakukan refleksi budaya pada pergantian tahun 2019 ke 2020. Untuk menilai kembali sejauh mana nilai-nilai kebersamaan, gotongroyong, keadilan dan solidaritas sosial masih berlaku dalam kehidupan komunitas Batak. Memudarnya binda adalah indikasi memudarnya nilai-nilai itu.
Begitu saja catatan akhir tahun dari saya, Felix Tani, petani mardijker, waktu kecil pernah memainkan peran sebagai pembersih jeroan babi dalam kegiatan binda.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H