Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Binda, Tradisi Tahun Baru Batak yang Memudar

28 Desember 2019   19:15 Diperbarui: 29 Desember 2019   05:54 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kegiatan binda sudah harus selesai sebelum tengah hari. Semua rumahtangga harus mendapatkan bagian daging untuk dimasak sebagai lauk makan siang bersama. Biasanya dibuat sangsang (cincang), tanggo-tanggo (gajeboh) dan sira-pege (panggang).

Cara mendapatkan dana untuk pembelian babi itu mencerminkan kemandirian komunitas. Di Panatapan pembayaran dilakukan secara natura, dalam bentuk gabah. Gabah dikumpulkan pada panitia. Lalu panitia menjual gabah ke toke boras (pedagang beras). Uang hasil penjualan itulah yang disetorkan ke toke babi.

Dengan cara itu orang miskin dimungkinkan membeli bagian daging, walau misalnya hanya 1 bagian. Karena setiap rumahtangga di Panatapan adalah petani yang punya simpanan gabah di rumahnya.

Secara khusus para kepala keluarga kurang mampu diberi peran lebih dalam kegiatan binda. Untuk itu mereka akan mendapatkan sedikit tambahan daging sebagai imbalan. Begitulah nilai keadilan dan solidaritas itu diamalkan.

***
Binda adalah pranata pemeliharaan nilai kebersamaan, gotongroyong, solidaritas, dan keadilan dalam masyarakat Batak. Atau, boleh dikatakan, binda adalah proses pemanggungan sekaligus pengukuhan kembali nilai-nilai itu.

Sangat disayangkan, memasuki melenium ketiga ini, pranata binda dalam rangka Tahun Baru sudah mulai memudar di Tanah Batak. Alasannya, lebih praktis membeli daging di pasar. Bisa pilih daging babi, sapi, atau kerbau. Binda dianggap merepotkan.

Alasan binda merepotkan, menurut saya lebih sebagai pembelaan pada nilai individualistik yang mulai meraja dalam masyarakat Batak. Nilai-nilai gotongroyong dan solidaritas sosial sudah mulai memudar. Bersamaan dengan menguatnya modernisasi dan kapitalisme dalam kehidupan orang Batak Toba.

Saya kira ada baiknya orang Batak Toba melakukan refleksi budaya pada pergantian tahun 2019 ke 2020. Untuk menilai kembali sejauh mana nilai-nilai kebersamaan, gotongroyong, keadilan dan solidaritas sosial masih berlaku dalam kehidupan komunitas Batak. Memudarnya binda adalah indikasi memudarnya nilai-nilai itu.

Begitu saja catatan akhir tahun dari saya, Felix Tani, petani mardijker, waktu kecil pernah memainkan peran sebagai pembersih jeroan babi dalam kegiatan binda.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun