Tapi lebih dari "rasa kue", yang hilang akibat revolusi KGB adalah "sentuhan sosial" pada perayaan Natal dan Tahun Baru di Panatapan.Â
Proses pembuatan kue-kue Natal dan Tahun Baru asli Batak itu adalah proses awal rekonsiliasi sosial dalam keluarga yang berlangsung sampai Tahun Baru tiba.Â
Proses pembuatannya melibatkan kerja sama antar anggota keluarga. Bahkan antar keluarga saat pekerjaan menepung beras yang butuh banyak tenaga.
Hasil jerih-payah itu juga yang disajikan pada para tetamu pada saat Tahun Baru. Membuat tamu merasa terhormat. Karena boleh menikmati hasil jerih-payah tuan rumah.Â
Itu meninggalkan kesan baik mendalam, sebagai awal yang bagus untuk rekonsiliasi sosial memasuki Tahun Baru.
***
Natal dan Tahun Baru bukanlah tradisi asli orang Batak. Tradisi itu datang bersama ajaran agama Kristiani oleh para zendeling Protestan dan missionaris Katolik di sana.Â
Sajian kue-kue asli Batak pada momen Natal dan Tahun Baru sejatinya adalah bagian dari pemaknaan Natal dan Tahun Baru menurut tafsir budaya Batak Toba. Sayang nilai lebih tafsir itu kini memudar oleh revolusi KGB (dan kue-kue pabrikan).Â
Saya tak hendak menyalahkan KGB dan kue-kue pabrikan. Mereka hanya berbisnis, menawarkan rasa dan kepraktisan.
Saya hanya ingin menggugat kembali warga Panatapan atau Batak Toba umumnya. Bisakah kita mengembalikan lagi sentuhan pribadi dan sentuhan sosial pada Natal dan Tahun Baru?Â
Caranya simpel: kembali pada minimal lampet, sasagun, kambang layang dan kopi buatan sendiri khusus pada Natal dan Tahun Baru.Â