Satu gudang lagi tidak bisa digunakan. Karena diokupasi ribuan kalong yang tidak bisa diusir. Upaya pengusirannya beberapa kali berujung jatuh sakit pada pengusir.
Katanya dalam mimpi didatangi sisok manusia kalong yang minta agar rakyatnya tidak diusir. Boleh tidak percaya.
Sedangkan bangunan pengolahan dulu dipakai untuk pelurusan, pemotongan, dan penguraian bundel serat sisal. Sekarang digunakan SHS untuk gudang penyimoanan bahan bantu produksi benih. Antara lain karung dan kemasan benih padi.
Kicau merdu cucakrowo di pucuk beringin tua, di selatan cerobong, menyadarkan saya. Bahwa kini kedua kakiku menjejak tanah merdeka Sukamandi.
Sudut kolonial ini adalah kenangan atas masa lalu. Kenangan tentang penggal sejarah yang ikut membentuk alam Sukamandi merdeka.
Agrowisata Kolonial
Sambil bersiul melangkah keluar dari sudut kolonial Sukamandi, saya berpikir, alangkah bagusnya jika emplasemen SHS Sukamandi ini dikembangkan menjadi destinasi agrowisata kolonial.
Di tempat ini orang bisa belajar tentang struktur sosial onderneming kolonial. Terbaca dari struktur pemukiman dan model rumah. Petinggi tinggal dalam rumah besar di pusat komplek. Kuli tinggal di lingkar luar dalam rumah kecil.
Juga masih bisa belajar tentang organisasi produksi pada pabrik serat sisal era kolonial. Struktur pabrik masih utuh. Sehingga alur proses produksi masih bisa dibaca dengan mudah. Ini pengetahuan langka, di era serat baja dan fiber kini.
Tentu, selain itu, orang bisa juga memuaskan sisi narsisnya di sini. Selfie ataupun wefie. Atau lebih baik dari itu, mungkin foto pre-wedding. Dengan tema agroindustri masa kolonial. Adakah yang lebih eksotis dari itu?