Artinya, untuk benih padi, toleransi CVL maksimal 5 persen. Ini toleransi untuk keterbatasan kemampuan teknis manusia.
Dibanding laki-laki, gender perempuan memang diakui lebih andal untuk melakukan pekerjaan yang mempersyaratkan ketelatenan dan ketelitian tinggi. "Laki-laki suka gak sabaran. Hasil roguingnya gak maksimal," terang Mas Agus.
Saya berbicang dengan salah seorang perempuan roguing. Namanya Entin, Bu Entin, yang hidup setia menjanda. "Sudah lama, belasan tahun," jawab Bu Entin waktu saya tanya sudah berapa lama menjadi buruh roguing. Dilihat dari masa kerjanya, mestinya Bu Entin sudah berpengalaman dan punya keterampilan rouging tinggi.
"Apakah Bu Entin pernah mendapat pelatihan rouging dari perusahaan?"Â
"Tidak pernah, Pak," jawabnya, yang diamini Mas Agus, GM Kebun.Â
Jadi bagaimana caranya Bu Entin dan kawan-kawannya mendapatkan keterampilan roguing? Pagi itu kelompok kerja Bu Entin terdiri dari tujuh orang.
Mereka adalah warga desa-desa dari kecamatan-kecamatan lingkar kebun padi SHS Sukamandi yaitu Kecamatan Ciasem, Blanakan, dan Patokbeusi. Kelompok Bu Entin misalnya berasal dari Desa Pinangsari Kecamatan Ciasem.Â
Untuk diketahui luas kebun benih padi SHS di Sukamandi mencapai 3,150 ha dalam satu hamparan. Areal ini menjadi sumber nafkah penting bagi petani dari desa-desa sekitatnya, sebagai penggarap ataupun buruh tani.
Kebun benih padi SHS di Sukamandi itu menangkarkan kelas Benih Pokok (Stock Seed) untuk memproduksi kelas Benih Sebar (Extension Seed). Benih Sebar ini disebut benih komersil yang dijual untuk dibudidayakan petani dalam usaha produksi padi konsumsi.
Para perempuan rouging di kebun benih padi SHS itu, termasuk Bu Entin dan kawan-kawan, tidak dilatih khusus dalam kelas tapi dibimbing langsung di lapangan.Â