Sedangkan orang-orang yang meninggal "misterius" adalah orang kebanyakan atau miskin.
Ketika seorang miskin meninggal mendadak, tanpa periksa penyebabnya, orang sekampung langsung menyimpulkan itu adalah perbuatan beguganjang yang dipelihara orang kaya. Agar tidak terjadi lagi kematian warga, maka orang kaya pemelihara beguganjang harus diusir atau bahkan dibunuh.Â
Gejala semacam itu diduga merupakan manifestasi kecemburuan sosial dalam masyarakat kampung. Manakala ada segelintir orang kaya, lalu ada mayoritas orang susah yang merasa tidak diperdulikan orang kaya itu, timbullah rasa frustasi sosial pada si miskin.
Orang miskin kemudian melampiaskan rasa frustasinya dengan cara mengusir atau membunuh orang kaya atas tuduhan telah menyebabkan kematian dan keresahan sosial karena memelihara beguganjang.
Ironisnya sudah sedemikian lama orang Batak mengenal agama Kristiani (untuk menyebut mayoritas) dan mengenyam pendidikan yang tinggi. Tapi kepercayaannya tentang hantu beguganjang, homang dan begulambak ternyata masih dibawa-bawa dalam kepalanya.
Lalu apa artinya iman Kristiani dan pengetahuan rasional-empiris bagi orang Batak? Ini harus dijawab dengan kepala dingin.
Demikianlah ulasan saya, Felix Tani, petani mardijker, menghabiskan masa kanak-kanak dalam kepungan tahyul beguganjang, homang, dan begulambak di pedalaman Tanah Batak.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H