Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tafsir Kemarahan Jokowi: Ganti Direksi PLN!

8 Agustus 2019   17:14 Diperbarui: 8 Agustus 2019   18:51 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita menggunakan metode "pelukisan mendalam" (thick description) ala Clifford Geertz untuk menafsir sebuah kejadian atau gejala sosial-budaya, maka kita harus mengungkap makna implikatif pada rangkaian tindakan dan perkataan.  Bukan menangkap pengertian "apa adanya" dari tindakan dan perkataan itu.

Dengan "makna implikatif" dimaksudkan adalah, "apa sejatinya yang hendak dinyatakan dengan suatu atau serangkaian tindakan dan perkataan".  Ini yang kerap luput dari tangkapan, atau mungkin belagak tak paham, ketika diperhadapkan pada suatu tindakan atau ujaran, terkait atau tak terkait dengan diri kita.

Saya hendak menggunakan metode "pelukisan mendalam" Geertzian itu untuk menafsir kemarahan Presiden Jokowi baru-baru kepada jajaran Direksi PT PLN (Persero) pada hari Senin (5/8/2019) yang lalu.  Jokowi marah terkait kejadian "kepadaman" listerik 6 jam lebih pada Minggu (4/8/2019) di wilayah Jabodetabek dan sebagian Pulau Jawa.

Tafsir dilakukan dengan meletakkan kemarahan Jokowi dalam konteks budaya birokrasi kejawaan yang dilakoninya. Terhadap tiap birokrat dalam konteks budaya birokrasi kejawaan itu diberlakukan nilai "aja rumangsa bisa nanging bisa rumangsa".  

Ada dua unsur yang hendak saya tafsir pada peristiwa tersebut yaitu "tindakan" dan "perkataan" Jokowi dalam statusnya sebagai Presiden RI.

Tindakan:  "Direksi PLN tidak hadir"

Jika menonton video Youtube tentang rangkaian kedatangan-pertemuan-kepulangan Jokowi ke-di-dari Kantor Pusat PLN, maka segera tertangkap jelas adanya pembuatan "jarak sosial" antara Jokowi dengan Dirut (serta Direktur-Direktur) PLN.

Cara bersalaman yang dingin tanpa senyum dengan Dirut PLN (Plt), Sripeni Intan Cahyani dan para Direktur mengirim pesan bahwa Jokowi "menganggap tidak penting keberadaan jajaran Direksi PLN". Pesan itu dikuatkan adanya jarak fisik yang "jauh" (Jokowi berjalan tanpa bertegur-sapa dengan Dirut PLN) dan wajah agak tunduk, menyiratkan "tidak ingin melihat".  Ini di luar kebiasaan Jokowi yang bisanya "hangat dan dekat".

Sikap "wajah agak tunduk" itu, sepanjang yang terlihat dalam video, tetap ditunjukkan Jokowi sepanjang pertemuan, termasuk ketika Dirut PLN memberi penjelasan teknis tentang kejadian "kepadaman" listerik.  Sikap yang sama juga ditunjukkan saat menanggapi secara singkat penjelasan "yang tidak simpel" dari Dirut PLN.

Saat menyudahi pertemuan, sikap "tidak mengakui keberadaan Direksi PLN" tampak lebih jelas.  Jokowi berputar ke kiri di kursinya, lalu langsung bangkit beranjak membelakangi dan meninggalkan jajaran Direksi PLN.  Tidak ada senyum dan sapa hangat seperti lazimnya Jokowi.

Dapat ditafsir, dengan rangkaian tindakan datang ke, temu di, dan pulang dari Kantor Pusat PLN seperti itu,  pada intinya Jokowi sedang mengatakan "Saya tidak melihat kehadiran Direksi PLN". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun