Sangat senang karena pada akhirnya di layanan pesawat Garuda yang serba digital itu, tiba-tiba tampil sebuah inovasi sentuhan personal, yaitu kartu menu tulisan tangan pramugari. Itu sangat menyentuh, sekaligus menghibur, dan mengembalikan kemanusiaan saat melayang di udara. Di tengah cekaman layanan yang serba digital, termasuk menu tercetak sebagai hasilnya, inisiatif pribadi pramugari itu selayaknya diganjar apresiasi. Itu adalah "oase sentuhan personal" di tengah deraan digital.
Saya sedih karena Youtuber memviralkan kartu menu tulisan tangan pramugari itu sebagai sesuatu yang tidak profesional, sesuatu yang konyol (tepuk jidat). Youtuber itu sudah pasti seorang warga millenial yang sudah "keracunan" nilai presisi Teknologi 3.0 atau 4.0. Maka bagi dia menu tulisan tangan adalah sesuatu yang "zaman batu", tak ada tempatnya di era robotik dan digital. Â Dia agaknya memang tak perlu sentuhan personal, tapi sentuhan digital.
Tambah sedih karena manajemen Garuda menurut saya menunjukkan reaksi berlebihan dan salah arah atas kejadian ini. Melaporkan Youtuber itu ke pihak kepolisian dengan dalih pencemaran nama baik korporasi Garuda berdasar UU-ITE menurut saya tidak perlu dan salah arah. Itu hanya akan menjadi semacam "menepuk air di dulang terpercik ke muka sendiri".
Kalau saya ada di posisi Direksi Garuda, kejadian itu malahan akan saya gunakan sebagai inspirasi untuk meningkatkan, kalau bukan memulihkan, sentuhan personal dalam layanan Garuda. Â Kartu Menu Tulis Tangan itu adalah inovasi sentuhan personal yang keren.
Jika saya anggota Direksi, maka akan saya suarakan ke publik, bahwa Kartu Menu Tulis Tangan itu adalah bagian dari Program Peningkatan Sentuhan Personal dalam layanan Garuda. Saya bahkan akan membuka peluang untuk, misalnya warga tuna netra, warga berkebutuhan khusus, dan murid TK di Indonesia untuk kompetisi membuat karya seni Kartu Menu Tulisan Tangan Garuda.
Itu kemudian akan saya tindaklanjuti dengan inovasi-inovasi sentuhan personal lainnya yang mengembalikan kemanusiaan kita saat bepergian naik pesawat. Lalu ujungnya rebranding korporasi Garuda misalnya sebagai maskapai yang "terbang dengan sentuhan personal". Atau "layanan digital dengan sentuhan personal".
Itu pandangan saya, Felix Tani, petani mardijker, bukan Direksi Garuda tapi selalu berusaha terbang bersama Garuda, walau jarang terwujud.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H