Pada masa Orde Baru gerakan-gerakan semacam itu lazimnya langsung dilabeli sebagai "gerakan pengacau keamanan" (GPK) atau, lebih parah levelnya, "gerakan separatis" yang harus dibasmi atau dihancurkan. Â Padahal sejatinya gerakan-gerakan semacam itu berawal dari ketidak-puasan yang bersifat mikro dari akar rumput.
Gejala "perlawanan" kepada kekuasaan, dalam hal ini kekuasaan Presiden Jokowi, dalam lima tahun ke depan bukan tidak mungkin akan muncul, bahkan mungkin sudah ada benih-benihnya dalam bentuk "ketidak-puasan sosial-ekonomi-politik". Â Inilah yang harus diantisipasi dan dicarikan solusinya sejak awal.
Dalam rangka itu ada baiknya jika Jokowi meluangkan waktu berdiskusi langsung dengan Sandiaga untuk mengungkap lebih banyak masalah-masalah pembangunan yang ditemukannya di tengah masyarakat, di aras mikro atau akar rumput. Â Berdasar itu lalu dirembugkan solusi kebijakan dan program pembangunan yang relevan.Â
Untuk Jokowi, belajar dari rival Pilpres 2019, apalagi yang berhasil merebut 45 persen suara pemilih, adalah tindakan strategis yang akan membuahkan kebaikan bagi pembangunan nasional dan rakyat Indonesia.
Demikian catatan kecil dari saya, Felix Tani, petani mardijker, berharap bisa maju menjadi pelaku pertanian digital seperti yang dibayangkan Jokowi dan Sandiaga.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H