Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Kritik "Pesimisme Mikro" Sandiaga terhadap "Optimisme Makro" Jokowi

29 April 2019   11:01 Diperbarui: 29 April 2019   12:33 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu Nurjanah (Langkat) mengeluh pasar tradisional sekarang sepi pembeli (isu pertumbuhan ekonomi).   Ibu Lis  (Sragen) yang mengeluh pengobatan kankernya tidak ditanggung BPJS.   

Metode "pesimisme mikro" itu sempat membuat Jokowi sedikit "naik pitam" saat Debat Capres/Cawapres terakhir.   Dengan nada emosional Jokowi mengingatkan Sandiaga bahwa mengurus ekonomi makro negara itu tidak seperti bisa mengurus ekonomi mikro perusahaan atau keluarga.  

Merumuskan kebijakan dan program pembangunan nasional harus berdasar data makro, tidak bisa berdasar data mikro berupa keluhan-keluhan perorangan dari ibu ini dan ibu itu.  

***

Saya sebenarnya tertawa geli saat menonton Jokowi  bicara rada "nyolot" kepada Sandiaga.   Karena saya paham dalam konteks debat itu Jokowi sedang berusaha "membenarkan diri" dengan cara "menyalahkan rival" (Sandiaga).  Melihat Sandiaga senyum-senyum "dinasihati" Jokowi, saya segera tahu bahwa bahwa Sandiaga sebenarnya sadar kalau Jokowi telah "salah paham" tentang makna kisah-kisah "pesimisme mikro" tersebut.

Justru sepantasnya Jokowi berterimakasih kepada Sandiaga atas kisah-kisah "pesimisme mikro" itu.  Kisah-kisah itu seharusnya diterima sebagai "kritik berharga" yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan saat merumuskan kebijakan dan program pembangunan nasional.

Sedikitnya ada dua alasan untuk menerimanya sebagai nasihat berharga.   Pertama, kisah-kisah "pesimisme mikro" itu sebenarnya adalah sejumlah "tipe ideal" masalah-masalah pembangunan di lapangan.   

Antara lain masalah inflasi dan harga kebutuhan pokok, jaminan kesehatan/sosial, hak asasi manusia, beban pendidikan, dan lain-lain.   Sehingga tidak penting apakah orang yang dikisahkan itu benar ada atau tidak.   Yang penting diperhatikan adalah fakta bahwa masalah yang diceritakan itu benar adanya.

Saya kira sepatutnya Jokowi berterimakasih kepada Sandiaga yang telah mewakilinya "blusukan" ke 1,500 titik lokasi untuk mengumpulkan fakta-fakta masalah pembangunan.   Jokowi sendiri sudah jarang melakukan "blusukan" untuk swa-kritik semacam itu karena energi dan waktunya hampir seluruhnya tersita oleh urusan formal pemerintahan nasional. 

Kedua, gejala "pesimisme mikro" itu adalah masalah riil di "akar rumput" dan sebenarnya menjadi obyek kerja organisasi-organisasi non-pemerintah (LSM) umumnya.   

Jika masalah itu tidak diatasi secara memadai oleh pemerintah maka gejala itu bisa "digembungkan" (blowing up) menjadi masalah ketidak-adilan atau ketak-merataan struktural, untuk kemudian direkayasa menjadi "gerakan perlawanan" (resistensi) kepada pemerintah yang berkuasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun