Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Waspadai Preservasi Peran Perempuan di Sektor Ekonomi Periferal

15 April 2019   16:08 Diperbarui: 15 April 2019   17:30 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kondisi semacam itu menyebabkan perempuan pedesaan menjadi golongan paling lemah jika diukur dari sisi pengusaan aset tanah.

Dalam masyarakat Batak Toba misalnya, yang berpegang pada struktur masyarakat hukum adat, sangat tegas digariskan bahwa perempuan tidak punya hak milik dan hak waris atas tanah, kecuali itu tanah pemberian (non-waris) orangtuanya. 

Hal tersebut menjadi masalah karena perempuan tidak punya hak misalnya untuk mengagunkan tanah untuk mendapatkan fasilitas kredit dari perbankan. Khususnya kelompok janda dan para isyeri yang ditinggal suami merantau (staying behind).

Demikian pula dengan akses terhadap faktor-faktor peningkat peluang kerja dan usaha.   Karena yang menguasai aset adalah laki-laki, maka tawaran modal usaha dan pelatihan pertama-tama umumnya ditujukan kepada laki-laki.   Walaupun faktual banyak perempuan yang membuka usaha sakala rumahan atau mikro.

Saya pikir kedua pasangan capres/cawapres sudah benar ketika mengatakan akan meningkatkan akses perempuan terhadap permodalan dan pelatihan bisnis.   Jika ada bedanya, maka Jokowi pada posisi petahana sudah melakukannya sejak tahun 2014. 

Sementara pesaingnya baru mulai tahun 2017, dalam bentuk rintisan OK-OC di DKI Jakarta. Jadi belum teruji.

Satu hal yang mencemaskan, baik Jokowi-Maruf maupun Prabowo-Sandi, tampaknya terperangkap pada stigmatisasi perempuan sebagai pelaku ekonomi mikro. Karena yang diangkat dalam debat itu adalah perempuan pelaku usaha mikro.

Jika kecemasan itu menjadi kebenaran nanti, siapapun yang berkuasa, maka kebijakan dan program pengarus-utamaan gender kurang lebih sama saja dengan preservasi perempuan di sektor ekonomi mikro atau ekonomi lemah.  Artinya, ketimpangan gender atau ketaksetaraan gender dalam perekonomian tetap berlangsung.

Terlebih jika usaha mikro itu sebenarnya adalah bentuk-bentuk komersialisasi kegiatan-kegiatan reproduktif atau domestik.  Semisal usaha kerajinan anyaman dan tenunan, usaha industri rumahan makanan dan minuman, warung kebutuhan dapur, dan lain-lain.  

Gejala semacam itu tak lain berarti preservasi perempuan di sektor tradisional yaitu sektor domestik yang periferal. Ini yang perly diwaspadai pada kebijakan pemerintah mendatang.

Saya berharap dalam perannya sebagai fasilitator kesetaraan gender di bidang ekonomi, pemerintahan mendatang dapat mengeluarkan kebijakan dan program yang berorientasi pada mobilitas sosial perempuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun