Pada mulanya adalah ember plastik, lalu keranjang, mengikut piring dan cangkir, selanjutnya tikar plastik, hingga kembang plastik.
Begitulah revolusi plastik melanda orang Batak Toba di punggung Bukit Barisan sana. Bermula akhir 1960-an, merangsek tak terbendung ke tahun-tahun dekade 1970. Menjadikan masyarakat Batak pedesaan tampil sebagai "masyarakat plastik".
Saya ingin mengisahkan "revolusi plastik" di Tanah Batak ini dengan mengangkat kasus Kampung Pardolok. Kampung yang pernah saya angkat juga dalam kisah "revolusi celana" di Tanah Batak (kompasiana.com, 11/01/19).
"Revolusi plastik" di Tanah Batak, khususnya di Kampung Pardolok, terjadi bersamaan waktu dengan "revolusi celana" di kalangan perempuan Batak akhir 1960-an sampai 1970-an.
Saya kira itu bukan koinsidensi yang bersifat acak. Dekade itu adalah masa awal perkembangan industri nasional yang menghasilkan ragam produk yang memberikan kepraktisan kepada masyarakat konsumen.
Celana "slek" (slack) memberikan kepraktisan gerak untuk perempuan. Peralatan atau perabotan plastik menawarkan kepraktisan dalam penggunaan dan pemeliharaannya. Begitulah "revolusi celana" dan "revolusi plastik" mengiming-iming orang Batak. Termasuk orang Batak di Kampung Pardolok, tentu saja.
***
Sampai akhir 1960-an, sebelum peralatan plastik anti-busuk melanda keseharian orang Batak, warga Kampung Pardolok masih menggunakan peralatan dan perabotan yang terbuat dari bahan-bahan alami dan logam.
Peralatan dapur dan makan masih berbahan logam dan bahan alami. Ember, baskom, piring, cangkir, dan sendok-garpu semuanya logam (aluminium, seng, stainless steel). Centong nasi dari batok kelapa dengan gagang bilah bambu.
Perabotan dan peralatan rumah tangga juga masih terbuat dari bahan alami. Kursi kayu, tikar mendong, dan sapu ijuk enau adalah kelaziman.
Tikar mendong lazimnya dianyam sendiri oleh para perempuan. Bahan mendong diambil dari hamparan mendong liar di rawa, atau untuk sebagian, dari budidaya mendong di empang. Jika kurang terampil menganyam, maka bisa beli (pesan) pada tetangga yang ahli anyam.