Ketika seorang janin masih dalam rahim ibunya, pada usia tujuh bulan, lazim orangtua dan mertua "mangulosi" (memberi ulos) Sang Ibu dengan "ulos tondi" (ulos jiwa). Maksudnya memberi kehangatan pada jiwa jabang bayi, agar kuat dalam rahim ibunya, dan nanti lahir dalam keadaan sehat lahir dan bathin.
Terkait ritus tersebut, pameran ini di ruang "Kelahiran" (Birth) menyajikan satu jenis ulos yang sudah langka yaitu "ulos lobu-lobu". "Lobu" artinya "masuk rumah". Pesan simboliknya, agar janin datang ke dalam rahim ibunya (rumah), dan kelak lahir sehat lahir batin.Â
Ulos ini akan dipakai oleh anak/menantu perempuan itu sampai (diharapkan) dia hamil dan kemudian melahirkan. Saat bayi lahir, maka dia akan dibedong dengan ulos itu, untuk selanjutnya akan digunakan sebagai kain gendongan bayi/balita.
Variasi ulos terbanyak ditemukan dalam ruang "Kehidupan" (Life), antara lain ulos Simarpisoran, Sibolang, Padang Ursa, Ragi Hotang, Suri-suri Ganjang, Bintang Maratur, dan Julu. Ini jenis-jenis ulos yang lazim dikenakan dalam upacara-upacara adat masyarakat Batak Toba.
Di ruang "Pernikahan" (Marriage) dipamerkan beberapa jenis ulos yang lazim dikenakan pada upacara adat perkawinan Batak. Baik yang dikenakan pihak "boru" (pemberi mempelai pria), "hula-hula" (pemberi mempelai perempuan), dan "dongan tubu" (sanak saudara). Juga ulos yang lazim "diuloskan" kepada kedua mempelai.
Satu yang paling menarik adalah ulos Ragidup ukuran besar, lebar sekitar 125 cm dan panjang sekitar 200 cm. Untuk diketahui, Ragidup adalah jenis ulos urutan kedua tertinggi dari segi nilai pesan simboliknya. Urutan pertama adalah ulos Jugia, tergolong langka, yang dipamerkan juga di situ.Â
Bagian pertama adalah bagian tengah yang disebut "tor" (badan ulos), bagian kedua dan ketiga adalah belahan kiri dan kanan ulos yang disebut "ambi", dan bagian keempat dan kelima di ujung atas dan bawah ulos adalah kepala ulos yang disebit "tinorpa".Â
Motif tinorpa ini sangat rumit dan rapat sehingga merupakan bagian ulos yang paling sulit ditenun. Â Harus ditenun oleh penenun dengan tingkat keahlian tertinggi, disebut "marpitu lili", menggunakan 7 lidi untuk variasi warna benang.
Ulos ragidup lazimnya dikenakan oleh "Suhut Sihabolonan" atau Tuan Rumah Utama, semisal orangtua mempelai laki-laki dalam sebuah upacara adat pernikahan. Dengan begitu dia ditempatkan pada posisi terhormat, dibedakan dengan sanak-saudaranya yang juga berstatus "suhut" dalam upacara tersebut.