Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Partai Demokrat, Mekanisme Bertahan, dan Politik Bazar

12 September 2018   13:02 Diperbarui: 12 September 2018   13:25 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Partai Demokrat, dengan "mekanisme bertahan"-nya tadi sejatinya sedang menjalankan strategi "politik bazar".  Ringkasnya, mungkin dengan justifikasi "begitulah demokrasi", partai tersebut melakukan diversifikasi kader.  Dipilah antara kader yang sebaiknya pro-Jokowi dan yang sebaiknya pro-Prabowo.  

Itu namanya meminimalkan risiko politik.   Siapapun yang tampil sebagai pemenang Pilpres 2019, dipastikan ada "dagangan" (kader) yang laku terjual.   Dengan modal "dagangan laku" itu, bolehlah Partai Demokrat bertahan untuk kemudian membangun diri lagi menjadi kuat pada tahun-tahun mendatang.

***

Dengan paparan di atas, saya hendak mengatakan, bahwa politik "dua kaki" yang kini ditempuh Partai Demokrat bukanlah hal baru dan bukan juga sesuatu hal yang hebat.

Buruh tani dan petani gurem di pedesaan, serta pedagang asongan dan pedagang kaki lima (gurem) di perkotaan, sudah sejak lama menerapkan "mekanisme bertahan" dan prinsip "ekonomi bazar" itu.  

Jika Partai Demokrat yang dulu pernah "jaya"  kini menerapkan pola "mekanisme bertahan" dan strategi "politik bazar", maka itu mungkin pertanda bahwa partai ini sedang mengalami proses pelemahan, untuk tidak mengatakan "penggureman" (pengaruh politiknya).  Maka politik "dua kaki" Partai Demokrat seperti sekarang adalah "tindakan politik rasional".

Begitu menurut analisis saya, Felix Tani, petani mardijker, terbiasa rasional karena gurem.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun