Untuk menjalankan penanggulangan kemiskinan berbasis komunitas di NTT, Pak Gubernur disarankan menggalang kekuatan LSM setempat. Sebab sebagai kelompok strategis sosial-budaya, LSM punya kemampuan lebih untuk menggali dan menggerakkan potensi komunitas. Juga jangan dilupakan potensi peranan pengusaha, sebagai kelompok strategis ekonomi, sumber kekuatan permodalan dan inovasi.
Dengan begitu, penanggulangan kemiskinan di NTT nantinya akan menjadi sinergis tiga kelompok strategis lokal yaitu LSM (sosial-budaya), pengusaha (ekonomi), dan pemerintah (politik). Simpulnya adalah komunitas yang mencakup rumah tangga miskin sebagai bagian integralnya.
Dengan begitu, penanggulanggan kemiskinan di NTT tidak dibatasi sebagai masalah antara "warga miskin" dengan "pemerintah". Ini adalah masalah bersama. Karena itu harus diletakkan dalam konteks komunitasnya dan ditanggulangi berbasiskan kekuatan komunitasnya.
Kelompok strategis LSM, pengusaha, dan pemerintah hanyalah fasilitator komunitas untuk penanggulangan kemiskinan itu, bukan sebagai pelaku utama. Pelaku utama adalah komunitasnya, yang digerakkan oleh fasilitasi dari kekuatan-kekuatan strategis itu. Karena kemiskinan itu selalu ada di sana, di tengah komunitas.
Begitulah. Pemerintah, LSM, dan pengusaha selalu akan datang dan pergi. Tapi komunitas itu akan selalu tetap ada di tempatnya. Karena itu penganggulangan kemiskinan harus dipercayakan padanya. Sebab orang miskin itu akan selalu ada di sana, di tengah komunitasnya.
Setidaknya begitulah pandangan saya, Felix tani, petani mardijker, pernah tinggal untuk meneliti masalah kemiskinan di Flores NTT.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI