Selain penggusuran sebagian bangunan di bantaran Kali Mampang, khususnya di ruas Pondok Jaya, pelaksanaan program itu terintegrasi dengan "normalisasi selokan".
Termasuk, di situ normalisasi selokan Gang Sapi. Maksudnya, mengembalikan fungsi selokan sebagai sarana sanitasi untuk kebersihan dan kesehatan lingkungan pemukiman.
Bukan justru menjadikannya tempat buang sampah, sehingga menjadi sumber bibit penyakit, dan awal musabab banjir.
Maka pemerintahan Jokowi/Ahok kemudian membangun sebuah sistem penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU) kota. Sistem ini terdiri dari tiga komponen utama yaitu petugas, peralatan, dan serta peran warga.
Komponen petugas ditandai dengan kehadiran satu pasukan yang kini terkenal dengan sebutan "Pasukan Oranye", sesuai kelir seragam kerjanya.
Ini semacam pasukan cepat-tanggap khusus menangani masalah-masalah terkait prasarana dan sarana umum. Nama formalnya Petugas PPSU Jakarta.
Berstatus pekerja harian lepas (PHL) dengan gaji setara UMR Jakarta, tim PPSU dibentuk di tingkat kelurahan. Mereka dibagi ke dalam sejumlah kelompok kecil dan bekerja menurut aturan "shift" (pagi---sore---malam).
"Pasukan Oranye" inilah yang dalam masa ke-Gubernur-an Jokowi/Ahok/Jarot rutin menangani selokan Gang Sapi. Setiap hari kerja ada saja petugas PPSU yang bertanggung jawab atas kerapihan dan kebersihan selokan itu.
Inilah yang mereka lakukan pada selokan Gang Sapi: menyapu sampah di gang, mengangkat sampah dari selokan, mengangkat endapan lumpur, memperbaiki tembok selokan yang roboh, hingga mengangkut sampah untuk dibuang ke TPS.
Untuk melakukan kegiatan itu, mereka dilengkapi dengan peralatan memadai. Antara lain sekop, cangkul, serokan, sapu lidi, dan golok.
Tapi kelengkapan yang paling top adalah gerobak sampah bermotor roda tiga. Bukan lagi gerobak tenaga manusia, seperti pada masa sebelumnya.