Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menafsir Makna Jokowi Naik Moge ke Senayan

21 Agustus 2018   19:40 Diperbarui: 21 Agustus 2018   21:50 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aksi sinematik Presiden Jokowi naik moge ke Senayan, agar tiba tepat waktu untuk membuka Asian Games 2018 di Stadion GBK Senayan, tak pelak mendapat respon diametral dari kubu pendukung dan non-pendukung.

Respon diametral itu dapat  diringkaskan  masing-masing dalam satu kata: "Keren!" kata pendukung, "Lebay!"kata non-pendukung. Rasanya,  dengan dua kata itu, saya terbebas dari keharusan menguntai kata-kata pujian dan cercaan atas aksi sinematik Jokowi itu.

Dengan begitu saya bisa fokus untuk menyampaikan tafsir atas aksi Jokowi tersebut. Saya tak hendak menafsir makna setiap adegan. Tapi akan menyampaikan tafsir tentang "apa yang  dinyatakan Jokowi dengan aksinya itu".

Dalam ranah antropologi budaya Geertzian, cara tafsir semacam itu dikenal sebagai "lukisan mendalam" (thick description). Dengan cara tafsir ini maka aksi Jokowi naik moge ke Senayan dilihat sebagai sebuah "permainan mendalam" (deep play).

Saya tak ingin masuk pada soal metode yang jauh dari seksi. Langsung pada inti tafsir saja yaitu tentang "apa yang dinyatakan Jokowi".

Pada intinya, dengan aksi sinematiknya itu Jokowi sedang menyatakan kepada dunia bahwa Indonesia sudah sejajar dengan negara-negara maju dalam menjadikan sebuah peristiwa kompetisi olah-raga menjadi sebuah perayaan modernitas dan peradaban tinggi.  

Tidak tanggung-tanggung, Jokowi tidak hanya tampil sebagai figuran dalam perayaan itu. Tapi dengan segala totalitasnya, selaku representasi bangsa Indonesia, dia tampil sebagai pelaku utama dalam perayaan itu.  

Sebab di era teknologi digital ini, kecuali  oposan yang butuh kabar  jelek, sudah pasti tidak ada yang berharap Jokowi hanya tampil berdiri membuka  Asian Games 2018 sambil berseru "Dengan ini saya nyataken Asian Games 2018 resmi dibuka!" Lalu pukul gong tiga kali.  

Mengapa Asian Games 2018 dikatakan perayaan modernitas dan teknologi? Alasannya sederhana saja. Karena tidak ada satupun cabang olahraga yang dipertandingkan di Asian Games 2018 bebas dari keterlekatan pada teknologi tercanggih untuk mendukung pencapaian prestasi tertinggi.  

Maka Asian Games 2018 secara keseluruhan,termasuk "opening ceremony"-nya, harus mencerminkan kecanggihan teknologi sekaligus keagungan peradaban modern. Itulah yang hendak ditunjukkan Jokowi sejak awal, dengan aksi sinematiknya naik moge ke Stadion GBK Senayan.  

Jadi, sekali lagi, aksi sinematik Jokowi naik moge ke Senayan harus diletakkan dalam konteks Asian Games 2018 sebagai perayaan modernitas dan peradaban tinggi. Dengan begitu, Jokowi telah meninggikan harkat martabat bangsa dan negara Republik Indonesia di mata Asia dan Dunia.  

Langkah Jokowi itulah yang semestinya diikuti segenap kepala pemerintahan di Indonesia sampai ke tingkat desa/kelurahan. Langkah yang menunjukkan modernitas dan peradaban tinggi, selayaknya era teknologi digital. Bukannya ngotot memangungkan tradisionalisme, misalnya dengan tiang bendera bambu dan coreng-moreng kota atas nama biutifikasi.

Begitulah tafsir makna Jokowi naik moge ke pembukaan Asian Games 2018 di Senayan menurut saya, Felix Tani, petani mardijker, gurem tapi modern.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun