Dalam sepuluh hari pertama  (1-10 Agustus 2018) pemberlakuan perluasan wilayah  sistem lalu-lintas ganjil-genap di Jakarta,  sudah tertilang 11,240 pelanggaran.
Jika surat tilang yang dikeluarkan semua berwarna merah, dan biasanya begitu, maka sudah terkumpul pendapatan tilang sebesar 11,240 x Rp 500,000 = Rp 5.62 miliar.
Alangkah  mudahnya meraup pendapatan daerah dari kelalaian dan kebandelan warga pengendara mobil di Jakarta. Untuk kasus ini, cukup dengan menerbitkan sebuah Pergub DKI Jakarta (No. 77/2018).
Tapi sudahlah. Itu rejekinya Pemda Jakarta. Mudah-mudahan uangnya digunakan untuk peningkatan keamanan dan kenyamanan pejalan-kaki di Jakarta.
Yang saya mau komplein adalah indikasi cara tak benar dalam menegakkan aturan ganjil-genap itu untuk kemudian menghasilkan surat tilang.
Saya ambil satu contoh saja. Â Ruas sekitar 100 meter dari perempatan lampu lalin Pancoran ke gerbang masuk tol dalam kota Pancoran, di depan bekas MBAU.
Mengapa ada indikasi tak benar? Karena Pak Polantas menghadang pelanggar persis sekitar 15 meter  arah barat perempatan Pancoran. Akibatnya pengendara yang belok kanan (datang dari Saharjo) atau belok kiri (datang dari Pasar Minggu) langsung dihentikan dan ditilang, jika melanggar aturan ganjil-genap.
Menjadi tidak benar jika pengendara itu sebenarnya mau masuk tol dari gerbang yang ada 100 meter di depan. Tak ada argumentasi sebab polisi tidak akan percaya pengendara sebenarnya hendak masuk tol.
Pokoknya tilang! Surat merah, ikut sidang di pengadilan, bayar Rp 500,000.  Bayangkan, untuk ruas jalan sepanjang sekitar  100 meter, kita harus bayar sebesar itu.
Kalau mau benar, bukankan semestinya Pak Polisi berjaga di percabangan jalan arteri  MT Haryono dan jalur  masuk ke ruas tol dalam kota? Di titik itu Pak Polantas cukup berdiri manis memelototi nomor plat kendaraan. Sesuai atau tidak dengan ketentuan hari itu.  Kalau tak sesuai langsung  tangkap dan tilang. Begitu.  Enak tapi benar, bukan?
Itu hanya satu contoh saja dari sekian banyak cara terindikasi tak benar  yang  dilakukan petugas dalam penegakan aturan ganjil-genap di Jakarta. (Pembaca bolehlah berbagi pengalaman di kolom komentar).
Saya hanya ingin menyampaikan pesan kepada institusi Polantas, bahwa menegakkan peraturan agar warga bertindak benar itu memang baik adanya. Tapi jauh lebih baik menegakkan peraturan dengan cara benar agar warga bertindak benar.Â
Begitu menurut saya, Felix Tani, petani mardijker, yang selalu pusing dengan aturan lalu-lintas kota Jakarta.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H