Tuhan telah memanggil salah seorang putri terbaikNya, Tapi Omas Ihromi, pada hari yang indah, Minggu pagi 5 Agustus 2018 kemarin. Minggu adalah hari istirahat yang didedikasikan umat Kristen untuk memuliakan Tuhan, dan pada hari itulah Tapi Omas Ihromi dipanggil Tuhan ke sisiNya untuk istirahat di kedamaian abadi.
Lahir pada 2 April 1930 di Pematang Siantar, Ibu Ihromi, begitu panggilan akrabnya, adik kandung Jenderal TB Simatupang (alm.) ini pergi menyusul suaminya, Prof. Ihromi (pendeta, teolog, pakar Perjanjian Lama dan Bahasa Ibrani), putra asli Garut Jawa Barat , yang telah lebih dahulu dipanggil Tuhan pada tahun 2005.
Dari pernikahan mereka, pasangan Ihromi dan Tapi Omas Ihromi dikaruniai dua orang anak perempuan  dan empat orang cucu.
Pejuang Hukum Adat
Lulus dari Fakultas Hukum UI tahun 1958, Ibu Ihromi melanjutkan studinya ke Universitas Cornell AS dan meraih gelar MA, sebelum kemudian meraih gelar Doktor Antropologi Hukum tahun 1978 di FH-UI.Â
Disertasi Doktoralnya, "Adat Perkawinan Toraja Sa'dan dan Tempatnya dalam Hukum Positif Masa Kini" telah menjadi bacaan klasik untuk mahasiswa Antropologi Hukum. Selain itu, bukunya yang menjadi klasik adalah, "Pokok-Pokok Antropologi Budaya".
Boleh dikatakan, Bu Ihromi adalah penerus Prof. C. van Vollenhoven (Adat Recht van Nederlandsche Indie)dan  Prof. B. ter Haar (Beginselen en Stelsel van het Adatrecht), dua orang  pakar hukum Hindia Belanda yang mengangkat status hukum adat menjadi Ilmu Hukum Adat.
Bu Ihromi adalah ilmuwan yang gigih memperjuangkan tempat bagi keberlaluan hukum adat dalam kerangka dominasi hukum positif. Â Beliau teguh dengan pendirian bahwa hukum adat adalah "hukum yang hidup" dalam masyarakat. Â Dan bahwa penyeragaman hukum secara nasional (hukum positif) akan menimbulkan banyak masalah dalam masyarakat.
Terkait itu Ibu Ihromi gencar mengajarkan konsep "ruang sosial semi-otonom" (dari Sally Falk Moore) untuk memahami ajang sosial keberlakuan hukum adat. Â
Dalam ruang sosial semi-otonom itu masyarakat mengambil keputusan sendiri terkait hukum dan keadilan, steril dari aturan hukum positif. Â Karena itu, Ibu Ihromi meyakini hidupnya keadilan di luar hukum positif, dan konsisten memperjuangkannya.
Pejuang Kesetaraan Gender