Dukungan Tuan Guru Bajang (TGB) M. Zainul  Majdi, Gubernur NTB, untuk Joko Widodo (Jokowi) Presiden RI dua periode, tak pelak, menimbulkan kepanikan politik pada kubu partai "oposisi" (PKS, Gerindra, PAN).
Kepanikan  tercermin dari respon "sesat pikir" (logical fallacy) para politisi  oposan  terhadap  pemosisian politik TGB sebagai pendukung Presiden Jokowi.
Para politisi oposan, pendukung #2019GantiPresiden, Â itu menyimpulkan TGB telah berbalik arah dari tadinya pengritik keras Jokowi menjadi pendukungnya.
Ada dua penyebab pembalikan arah itu menurut mereka. Pertama, karena TGB ditekan rejim berkuasa dengan kasus  divestasi saham Pemda NTB di PT Newmont Nusa Tenggara (NTT) yang  berbau korupsi dan kini sedang diperiksa KPK.
Kedua, karena TGB  ditawari rejim berkuasa peluang menjadi Cawapres bagi  Jokowi untuk Pilpres 2019 nanti.
Sepintas lalu terkesan logis, tapi sejatinya ujaran-ujaran para politisi oposan itu mengandung  "sesat pikir" yang disengaja, untuk maksud mendiskreditkan TGB.
Perhatikan bagaimana para politisi pendukung  #2019GantiPresiden itu telah membuat kesimpulan yang keliru sejak pertama.
Kesimpulan meteka bahwa  TGB berbalik arah dari pengritik keras Jokowi menjadi pendukungnya tidak sahih dama sekali.
Mengapa? Karena fakta "TGB pengritik keras Jokowi" tidak diikuti dengan fakta "TGB Â beroposisi pada Jokowi". Jelasnya, tidak ada data yang bisa dipakai sebagai dasar menyimpulkan "TGB beroposisi pada Jokowi".
Memang betul TGB pengritik keras Jokowi. Ada data untuk menyimpulkan begitu.
Setidaknya ada dua kritik keras, lagi mendasar, dari TGB terhadap kebijakan Pemerintahan Jokowi, bukan pada pribadi Jokowi.