Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gejala Anomie di Danau Toba

13 Juli 2018   04:23 Diperbarui: 13 Juli 2018   20:31 1965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam artikel sebelum ini, ketika menyimpulkan muatan berlebih pada kapal rakyat di Danau Toba bukan kebiasaan tapi penyimpangan, saya sedikit berteori bahwa hal itu menunjuk pada buah gejala anomie (kompasiana.com, 7/7/18).

Gejala anomie sederhananya menunjuk pada keadaan "tanpa hukum" (a-nomos). Dalam kasus pelayaran di perairan Danau Toba, itu berarti tidak ada hukum yang berlaku efektif mengaturnya.

Karena tidak ada hukum yang efektif berlaku, maka nakhoda dan penumpang membuat konsensus informal bahwa kapal boleh bermuatan lebih, bahwa alat navigasi tidak diperlukan, bahwa alat keselamatan tidak dibutuhkan, dan lain sebagainya.

Hukum yang dimaksud di sini mencakup, pertama, hukum positif terkait transportasi air di danau. Bukannya tidak ada hukumnya, dalam bentuk peraturan pelayaran. Hukum ada, tapi tidak hidup, tidak ditegakkan.

Bukannya tidak ada aparat untuk penegakan hukum. Ada petugas seperti syahbandar, tapi tidak menjalankan tugas penegakan aturan keamanan pelayaran kapal danau.

Terbukti di Danau Toba kapal penumpang tua, tanpa kelengkapan alat navigasi, tanpa kelengkapan alat keselamatan, tanpa jaminan laik layar kapal, tanpa sertifikasi kompetensi nakhoda, bebas berlayar dengan kondisi muatan berlebih.

Terbukti kasus-kasus kecelakaan kapal tenggelam di Danau Toba selalu berpangkal pada kondisi-kondisi tanpa kontrol hukum di atas.

Selain hukum positif, ini yang kedua, juga tidak hidup suatu hukum adat masyarakat hukum adat Batak setempat, yang mengatur kegiatan pelayaran di Danau Toba.

Saya kira bukannya tidak ada hukum adat yang mengaturnya. Tapi masyarakat setempat memang tidak lagi mempedulikannya. Juga tak ada ikhtiar para pemuka adat setempat untuk menggalinya.

Bahwa ada kepercayaan setempat tentang eksistensi Boru Saniang Naga sebagai Dewi Penguasa Danau Toba, itu sudah indikasi adanya aturan-aturan adat setempat mengenai perlakuan pada dan kegiatan di perairan danau.

Semisal larangan buang hajat dan buang sampah ke danau, pantangan berujar kotor dan sombong, serta larangan bertindak salah saat berkegiatan di perairan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun