Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sesat Pikir Perparkiran di Jakarta

6 April 2018   10:22 Diperbarui: 6 April 2018   13:19 2229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mobil diderek petugas Dishub Jakarta akibat sesat pikir parkir (Foto: poskotanews.com)

Dengan pengecualian di sekitar rumah ibadah dan sekolah pada jam-jam tertentu yang bersifat terbatas, pikiran seperti itu jelas keliru.  

Alasannya, pertama, jika tempat tukang parkir beroperasi itu adalah tempat yang dipasangi rambu larangan parkir, atau ruas jalan tanpa rambu larangan parkir, maka tetap saja di situ tidak boleh parkir.  Jika ada tanda boleh parkir, semisal di ruas jalan depan pasar, maka barulah boleh parkir.

Kedua, tukang parkir tersebut, sekalipun pakai seragam Petugas Parkir DKI, belum tentu petugas parkir resmi.  Seperti pada kasus Fajar, mungkin saja dia petugas parkir "liar" yang mengais rejeki dari waktu-waktu "tanpa penderekan". Begitu petugas Dishub datang dengan mobil dereknya, diapun pergi kabur entah ke mana.  Yang penting duit parkir sudah di tangan. Kena derek Dishub, nasib situlah!

Sesat Pikir 3:  Jika di suatu tempat banyak mobil parkir, maka di situ  boleh parkir

Ini sesat pikir yang esensinya sama saja dengan Sesat Pikir 2. Sebab tindakan atau pilihan mayoritas tidak selalu mencerminkan kebenaran. Bisa saja itu sifatnya "tirani mayoritas", yang menyebabkan Dishub ogah menderek, walaupun sebenarnya di tempat itu tidak dibolehkan parkir.  Sebab ada puluhan mobil parkir sementara mobil derek cuma dua unit dan kunci roda cuma 10 unit, misalnya.  

Lain waktu, jika di tempat itu jumlah mobil parkir cuma beberapa, sangat mungkin langsung diderek.  Sudah pasti argumen "Lho, kemarin boleh parkir di situ" tidak bisa diterima.  Lha, kan tidak ada rambu boleh parkir?

Sesat Pikir 4:  Jika di suatu tempat terpasang rambu dilarang berhenti, maka di situ boleh parkir

Nah, jujur, saya gak ngerti logika macam apa ini.  Sudah jelas untuk berhenti sebentar (stop) saja dilarang, apalagi untuk berhenti lama (parkir).  Logika ini hanya mungkin dianut oleh orang yang gemar cari gara-gara dengan Dishub, atau kebanyakan duit untuk bayar denda,  atau mungkin punya "jurus kekuasaan".  

Itulah beberapa sesat pikir perparkiran di Jakarta, sepanjang yang saya tahu. Bahkan, dan ini jangan ditiru, ada kalanya nekad melakoni sendiri. Mudah-mudahan berguna sebagai pedoman untuk menghindari risiko mobil Anda salah parkir lalu diderek petugas Dishub.  Terutama bagi Anda yang tak punya simpanan "jurus kekuasaan".***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun