Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Anies-Sandi Vs Marina, Gagalnya Pengadministrasian Keadilan Sosial di Jakarta

20 Maret 2018   18:39 Diperbarui: 21 Maret 2018   11:31 3007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika pernyataan pengunduran diri Marina, Dirut BUMD Dharma Jaya, direspon Anies-Sandi, Gubernur dan Wagub Jakarta secara "tidak pas", maka segera jelas bagi kalangan yang kritis, bahwa Pemda Jakarta sejatinya sedang menutupi kegagalannya dalam pengadministrasian sosial.

Kegagalan yang saya maksud adalah kegagalan menjamin kontinuitas salah satu program unggulan pengadministrasian keadilan sosial, yaitu penjualan daging (ayam dan sapi) murah melalui PT Dharma Jaya khusus bagi keluarga pemegang Kartu Jakarta Pintar (KJP), bagian dari golongan penduduk miskin Jakarta.

Disebut pengadministrasian keadilan sosial karena dengan program itu keluarga pemegang KJP hanya perlu membayar misalnya 50% dari harga daging sapi atau ayam untuk per kilogramnya. Sedangkan 50% lagi disubsidi oleh Pemda melalui menggunakan dana APBD, yang antara lain bersumber dari pajak yang dibayarkan orang kaya. Artinya, berkat pajak dari orang kaya, maka orang miskin bisa makan daging sapi.

Kegagalan pengadimistrasian keadilan sosial oleh pemerintahan Anies-Sandi bermula dari penghentian pemberian Penyertaan Modal Daerah (PMD) kepada PT Dharma Jaya Tahun 2018 ini. Biasanya PT Dharma Jaya, yang mendapat penugasan menjual daging murah, menggunakan dana PMD itu untuk menalangi pembelian daging untuk peserta KJP, menunggu dana Public Service Obligation (PSO) turun dari Pemda Jakarta.

Masalahnya, menurut Marina, uang muka (down payment) dana PSO tidak kunjung cair dari bulan November 2017 sampai Maret 2018, sehingga praktis PT Dharma Jaya tidak punya dana lagi untuk membeli daging dari vendor. Untuk bulan November dan Desember 2017, PT Dharma Jaya mengambil langkah penggunaan kas perusahaan untuk membeli daging.

Tapi untuk bulan Januari-Maret 2018, langkah itu harus dihentikan, karena pasti akan merusak cash flow perusahaan. Sebab PT Dharma Jaya juga harus menjaIin kelancaran pembiayaan usaha komersil dan kewajiban-kewajiban bisnisnya.

Ketika masalah ini diungkap Marina ke permukaan, yang terjadi justru polemik terkait pengunduran diri Marina sebagai Dirut PT Dharma Jaya, dilanjutkan saling-menyalahkan antara PT Dharma Jaya, BPKD (Badan Pengelola Keuangan Daerah), dan Dinas KPKP (Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian).

Bukannya solusi yang dikejar, tapi Dirut PT Dharma Jaya yang disudutkan. Bahkan dicoba bunuh karakternya oleh Anies-Sandi dengan label-label "frustrasi", "nangis-nangis", dan "seperti anak ...".

Kata Kepala BPKD, kelambatan pencairan dans PSO terjadi karena masalah administratif. PT Dharma Jaya masih menggunakan Pergub Nomor 207/2016 tentang Ketahanan Pangan sebagai dasar kerjasama PSO dengan KPKP. Harusnya pakai Pergub Nomor 6/2018 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Pangan dengan Harga Murah bagi Masyarakat Tertentu, yang baru diterbitkan 6 Februari lalu. Ini argumen aneh, karena sebelum Pergub No 6/2018 terbit, maka sampai Januari 2018 mestinya Pergub Nomor 207/2016 yang berlaku.

Kontradiktif dengan argumen Kepala BPKD, Kepala Dinas KPKP malah bilang dana PSO untuk November 2017 sudah dibayarkan pada Desember 2017, sedangkan untuk Desember 2017 disepakati dibayarkan Januari 2018. Faktanya, didahului ribut-ribut, BPKD baru mencairkan dana PSO sebesar Rp 54 miliar per 15 Maret 2018. Sebesar Rp 13 miliar di antaranya adalah untuk pembayaran Desember 2017. Jadi, ada yang tak sinkron antara Dinas KPKP, BPKD, dan PT Dharma Jaya.

Sebenarnya ada yang rada aneh di sini. Kalau PT Dharma Jaya sudah mengikat kontrak PSO daging murah dengan Dinas KPKP, sebenarnya kontrak itu bisa digunakan sebagai "underlying" kredit modal kerja (KMK) ke Bank DKI. Mengapa itu tak dilakukan?

Ada dua kemungkinan. Pertama, proses pengajuan KMK lama dan bunganya lebih besar dibanding margin penjualan daging PSO. Kedua, merujuk pada pengalaman tahun sebelumnya, pencairan uang muka PSO dari Dinas KPKP biasanya cepat, sehingga jika ditambah dengan hasil penjualan (HET daging PSO), dananya mencukupi untuk diputar membeli daging setiap bulan. Indikasinya, Marina mengeluhkan proses kerja SKPD yang sangat lamban sekarang.

Pada akhirnya, dapat disimpulkan, sengkarut dana PSO daging PT Dharma Jaya ini mengindikasikan kegagalan pemerintahan Anies-Sandi mengadministrasikan keadilan sosial. Ketika keputusan peniadaan PMD diambil tahun lalu, Dirut PT Dharma Jaya sudah wanti-wanti agar dana PSO tidak tersendat, untuk menjamin kontinuitas pengadaan daging bersubsidi bagi pemegang KJP.

Peringatan itu tidak direspon Anies-Sandi selaku Gubernur/Wagub, dengan melakukan koordinasi segi-tiga PT Dharma Jaya, BPKD dan Dinas KPKP. Koordinasi itu perlu karena peraturan yang menjadi dasar hukum PSO sedang dalam proses penggantian. Jadi harus ada "diskresi" Gubernur untuk mengatasi masalah "kekosongan hukum", kalau benar begitu alasannya.

Pernyataan "mundur" dari Marina selaku Dirut PT Dharma Jaya, mestinya diterima sebagai kritik profesional terhadap kegagalan sistem pengadiministrasian keadilan sosial yang sedang dijalankan pemerintahan Anies-Sandi. Karena itu mestinya direspons secara profesional pula, dengan membenahi ketakberesan koordinasi kerja antar SKPD terkait. Bukan dengan memberi tanggapan emosional, atau terkesan merendahkan Marina, yang justru seperti "menepuk air di dulang terpercik muka sendiri".

Benar tidak seorangpun yang "irreplaceable", tidak juga Gubernur dan Wagub Jakarta. Tapi kalau nanti dalam RUPS PT Dharma Jaya benar-benar diganti, karena telah melontarkan kritik profesional ke ruang publik, maka Anies-Sandi telah berlaku "buruk muka cermin dibelah".

Marina atau Dirut BUMD lainnya boleh diganti kapan saja. Tapi jika sistem pengadiministrasian sosial di Jakarta tak dibenahi, maka masalah serupa akan terulang kembali.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun