Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Bersua "Manusia Posthistoris" di Gua Prasejarah Leang Leang

14 Maret 2018   22:27 Diperbarui: 16 Maret 2018   20:04 1530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untunglah saya kebelet kencing saat memasuki areal parkiran Gua Prasejarah Leang Leang, Maros, Sulawesi Selatan. Jadi bisa ketemu seorang pemandu gua di situ.

"Mau lihat gua, Pak?" tanya daeng penghuni pos jaga yang kamar mandinya saya pinjam pakai. "Pintunya dikunci. Tapi kalau Bapak mau, saya bisa bukakan sekalian pandu," tawarnya sebelum saya sempat jawab.

"Oke, daeng, ayo kita jalan," jawab saya tanpa pikir panjang lagi. Tak ingin terulang pengalaman mengunjungi gua makam Ketu Kese dan Londa, juga pohon makam bayi Kambira, di Toraja, tanpa jasa pemandu.

Maka dipandu Pak Daeng, saya bersama isteri dan kedua anak kami, menyusuri jalan setapak beton membelah hamparan taman karst menuju lokasi Gua Leang Leang, di tebing bukit karst yang menjulang.

"Apakah batu-batu ini asli begini, atau diambil dari tempat lain, Daeng?"

Itu pertanyaan terbodoh yang keluar dari mulut saya hari itu, 30 Desember 2017. "Ooo, ini batu-batu karst asli, Pak," jawab Pak Daeng tersenyum puas sambil menunjuk onggokan-onggokan karst beraneka rupa unik di taman itu.

"Itu, batu-batu di sungai itu dulu sempat dijarah para pencari akik," lanjut Pak Daeng, saat kami melintasi jembatan kecil di atas sungai yang mengalir di dasar tebing Gua Leang Leang.

Saya kira mereka itu bukan pencari tapi pencuri akik. Dilarang mengambil apapun dari lokasi Gua Leang Leang. Sebab gua ini masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung.

Sebelum menanjak ke arah gua, di sebelah kanan di kaki tebing, ada sebuah gua besar yang teduh. Walah, di ceruk gua itu, pada bangku semen, sepasang muda-mudi sedang duduk berkasihan. Sang Pemudi menyender mesra di dada Sang Pemuda yang merengkuhnya.

Pasangan itu tak risih dengan kehadiran kami. Kami yang risih, sehingga saya berpikir mereka adalah manusia posthistoris. Manusia yang sudah melampaui sejarah kekinian, sehingga tak lagi menganut nilai-nilai kepatutan "zaman now" di ruang publik.

Sudahlah, lupakan saja manusia posthistoris itu. Kami kini menaiki tangga besi menuju mulut gua dan Pak Daeng sudah membuka pintu masuk. Ternyata ada sekitar 10 orang pengunjung lain yang sedari tadi tertahan di pintu itu. Beruntung kami datang bersama "kuncen", sehingga mereka bisa ikut masuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun