Keempat, "Pengalaman Jakarta" menjadi nilai plus tersendiri untuk Pak Djarot. Sebab siapa saja yang sudah "lulus" memimpin Jakarta dengan segala kompleksitas permasalahannya, pastilah mampu memimpin daerah lain di Indonesia. Jangankan memimpin daerah lain, menjadi Presiden RI juga sudah terbukti mampu.
Tapi, sekurangnya, masyarakat Sumut latak berharap Pak Djarot akan mengaplikasikan standar pembangunan dan mutu hidup Jakarta untuk Sumut. Antara lain standar layanan kesehatan, pendidikan, transportasi, dan pendapatan minimal. Tentu dengan penyesuaian pada konteks setempat.
Empat "nilai unggul" itu, jika dikelola atau dikapitalisasi dengan baik, niscaya bisa mengantar Pak  Djarot untuk memenangi  Pilgub Sumut 2018. Satu hal yang perlu dihindari, agar empat nilai unggul itu tak terdegradasi, adalah kampanye berorientasi mobilisasi  sumberdaya primordialistik seperti suku, agama, ras dan golongan. Lebih bagus jika kampanye berorientasi pada penguatan  sinergi, misalnya pengembangan Kawasan Wisata Danau Toba yang mengintegrasikan peranserta masyarakat 7 kabupaten.Â
Pak Djarot mungkin kalah dalam Pilgub Jakarta 2017 karena isu primordialistik agama, tapi itu bukan alasan untuk menempuh  jalan serupa. Lebih baik kalah tapi masyarakat tetap utuh,  ketimbang menang tapi masyarakat  terpecah-belah.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H