Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pak Anies Baswedan, "Rumah Tumpuk" Pondok Kelapa untuk Siapa?

25 Januari 2018   19:12 Diperbarui: 26 Januari 2018   00:07 1823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Interior Rumah DP 0% Pondok Kelapa (kompas.com)

Dengan meletakkan batu pertama pembangunan rumah Down Payment (DP) 0% di kawasan Klapa Village, Pondok Kelapa hari Kamis 18/01/18 yang lalu, maka  implisit Pak Pak Anies  telah mengakui sekaligus menjalankan gagasan Pak Ahok.

Menurut Pak Ahok  rumah susun adalah solusi paling realistis untuk penyediaan hunian bagi warga lapis bawah Jakarta. Bukan rumah tapak seperti yang pernah digagas Pak Anies.

Tapi, untuk tetap bersikap adil dan supportif, baiklah rumah susun DP 0% yang akan dibangun di Pondok Kelapa itu kita sebut "rumah tumpuk". Kata lain untuk "rumah tapak yang ditumpuk  ke atas".

Jadi, lupakan soal janji "rumah tapak" yang mustahil di Jakarta yang super padat.  Karena penekanan janji Pak Anies itu sejatinya adalah DP 0%.

Lupakan juga soal kemungkinan logis DP itu bisa 0% karena  dialokasikan pada jaminan berupa saldo minimal tabungan Rp 7 juta.  Atau mungkin dialokasikan pada cicilan sebesar sekitar Rp 2 juta per bulan.

Karena semangat gagasan DP 0% itu adalah solusi atas kendala DP bagi keluarga lapis bawah Jakarta. Tepatnya keluarga dengan total penghasilan  tak lebih dari Rp 7 juta/bulan.

Pertanyaannya sekarang, benarkah setiap keluarga berpenghasilan maksimal Rp 7 juta/bulan berpeluang mendapatkan rumah DP 0% di Pondok Kelapa itu? Baik itu Tipe 36 (Rp 320 juta) maupun Tipe 21 (Rp 185 juta).

Untuk menjawabnya, harus dilihat faktor-faktor pembatasnya.

Pembatas pertama,  faktor angka cicilan kredit rumah, diperkirakan Rp 2 juta/bulan. Aturannya nilai cicilan maksimal 30% dari total pendapatan per bulan. Berarti pendapatan minimal Rp 6.67 juta per bulan.

Artinya keluarga yang berpeluang membeli rumah DP 0% Pondok Kelapa itu adalah yang berpendapatan Rp 6.67-7.00 juta/bulan.

Selang kelayakan itu  terlalu sempit,  tak memihak warga lapis bawah (berpenghasilan rendah). Maka mungkin Pak Anies akan menurunkan angkanya ke Rp 1.5 juta/bulan. Sehingga selang kelayakan pendapatan  lebih lebar yaitu Rp 5.0-7.0 juta/bulan.

Dengan selang kelayakan kredit rumah DP 0% seperti itu, sudah pasti keluarga dengan penghasilan senilai UMP DKI Jakarta (Rp 3.6 juta/bulan) tak berpeluang  memiliki rumah itu. Termasuk di dalamnya  sekitar 78,000 keluarga miskin  Jakarta (perkiraan Maret 2017).

Untuk mereka itu Pak Anies harus punya inovasi skim baru  pengadaan rumah. Entah itu kampung deret atau kampung susun atau  lainnya. Ditunggu saja.

Pembatas kedua, faktor lokasi/jarak rumah dan tempat kerja. Klapa Village Pondok Kelapa itu ada di gigir timur Jakarta Timur,  berbatasan dengan Bekasi.

Dulu Pak Anies mengritik Pak Ahok yang merelokasi warga kampung-kampung padat-kumuh-miskin (yang berdiri di atas tanah pemerintah) ke rusunawa. Katanya rusunawa jauh dari tempat kerja orangtua dan sekolah anak.  Karena itu Pak Anies bikin janji tidak akan menggusur, tapi menata dengan mendirikan rumah lapis di tempat yang sama.

Sekarang Pak Anies membangun rumah tumpuk DP 0% jauh di tepi timur Jakarta sana, di atas tanah pemerintah pula. Lantas keluarga berpenghasilan Rp 5.0-7.0 juta/bulan mana yang akan membelinya?

Apakah warga kampung kumuh dari pusat, selatan, utara atau barat Jakarta yang akan beli? Mungkin mereka akan mikir dulu tiga empat kali. Sudah mahal cicilannya, jauh pula dari tempat kerja. Mungkin bus transjak akan dilewatkan kelak di Klapa Village, dan penghuni digratiskan. Tapi bus transjak itu kan belum tentu lewat di tempat kerja atau sekolah mereka?

Maka yang paling besar kemungkinannya membeli rumah DP 0% di Pondok Kelapa itu adalah keluarga berpenghasilan Rp 5.0-7.0 juta/bulan di bagian timur Jakarta. Siapa mereka?

Sangat mungkin mereka itu adalah profesional dan pengusaha pemula dari keluarga-keluarga muda  dengan prospek penghasilan di atas Rp 7.0 juta/bulan dalam 2-3 tahun ke depan. Artinya dalam 2-3 tahun ke depannya, rusun(ami) Klapa Village akan dihuni oleh kelas menengah-bawah Jakarta.

Itu bukanlah cerita  buruk. Cerita buruknya adalah jika ada investor yang berani mengikat kontrak jual-beli di bawah tangan dengan sejumlah penghuni, dengan cara mengisi rekening  auto debet penghuni sebesar 150% dari nilai cicilan per bulan. Artinya, setelah sekian tahun, rumah-rumah DP 0% itu telah menjadi hak milik  "orang kaya".

Tapi bukan itu cerita terburuk yang mungkin terjadi. Cerita terburuknya adalah jika gubernur pengganti Pak Anies kelak membatalkan skim rumah DP 0% Klapa Village, karena menilai telah terjadi pelanggaran hukum dengan mendirikan rumah di atas tanah milik pemerintah lalu menjualnya kepada publik.

Kalau sudah begitu, lantas rumah tumpuk DP 0% di Pondok Kelapa itu untuk siapa sebenarnya Pak Anies? Bukankah lebih realistis meneruskan model Pak Ahok dengan menjadikannya rusunawa milik Pemda Jakarta? Dengan begitu keluarga berpenggasilan di bawah Rp 5.0 juta/bulan juga berpeluang menghuninya, bukan?***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun