Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Tafsir Makna Ujaran "Hoaks Membangun" dari Kepala BSSN

5 Januari 2018   05:58 Diperbarui: 5 Januari 2018   16:19 1447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, lebih dulu harus dipastikan kata "membangun" itu dari sudut kepentingan siapa.

Untuk itu perlu mengingat lagi istilah "kritik membangun" di mada Orde Baru. Itu dimaksudkan sebagai kritik yang bersifat mendukung kebijakan dan program pemerintah tanpa menyalahkan pemerintah.

Misalnya mengritik bahwa Program KB kurang berhasil karena rendahnya kesadaran kaum ibu, sehingga perlu ditingkatkan penyuluhan.

Atau mengkritik swasembada beras belum tercapai karena adopsi benih unggul oleh petani masih rendah, sehingga perlu bimbingan terstruktur berupa BIMAS.

Perhatikan pada dua contoh itu bahwa masalahnya bukan pada pemerintah tapi di masyarakat. Itulah pengertian kritik membangun.

Perhatikan bahwa Pak Djoko sempat memberi contoh "hoaks membangun" yang sebenarnya bermakna "kritik membangun". Kritik yang tak menyalahkan pemerintah, tapi mendukung dengan tawaran solusi.

Jadi, seperti "kritik membangun" maka istilah "hoaks membangun" mesti dilihat dari sisi kepentingan pemerintah yang berkuasa. Istilah umum yang konotasinya bisa bermakna "hoaks membangun" adalah "propaganda".

Maka, jika sebuah pernyataan tanpa dasar yang valid dimaksudkan sebagai propaganda untuk mendukung pemerintah berkuasa maka dia masuk kategori "hoaks membangun".

Hoaks semacam itu lazim terjadi dalam konteks "perang idiologi". Pendukung komunisme menebar hoaks tentang kebobrokan kapitalisme, dan sebaliknya juga begitu. Masing-masing pihak menebar hoaks demi tegaknya idiologi sendiri.

Untuk lebih membumi, ambil contoh hasil survei kepuasan terhadap kinerja seorang petahana gubernur. Misalkan ada lembaga survei independen yang merilis tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja gubernur itu pada angka 65 persen. Maka, dengan suatu manipulasi metode, lalu lembaga survei lain yang pro-gubernur merilis angka tandingan 85 persen.

Angka 85 persen ini hoaks karena ada manipulasi metode yang menghasilkan angka yang invalid. Tidak menggambarkan kondisi sebenarnya. Tapi informasi itu mendukung gubernur berkuasa, sehingga kategorinya menjadi "hoaks konstruktif".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun