Usai dilantik Presiden menjadi Kepala BSSN tanggal 3 Januari 2018, Djoko Setiadi langsung melontarkan ujaran kontroversial tentang "hoaks membanguan".
Kata Pak Djoko, hoaks itu ada yang positif dan negatif. Kalau hoaks membangun, artinya hoaks positif, maka boleh-boleh saja. ("Kepala Badan Siber: Kalau "Hoax" yang Membangun, Silahkan Saja", KOMPAS.com, 3/1/18).
Ujaran Kepala BSSN itu langsung menjadi trending topic di dunia maya. Di tengah gencar-gencarnya gerakan antihoaks, ujaran itu membuat bingung netizen.
Hoaks ya hoaks, kabar bohong, sudah pasti gak membangun. Kira-kira begitu reaksi publik, sambil mempertanyakan kompetensi Pak Djoko di bidang siber.
Penjelasan lanjut Pak Djoko tentang hoaks membangun itu justru menambah kebingungan, karena dikacaukan dengan pengertian kritik. Katanya, sebagai contoh, mengkritik pembangunan infrastruktur yang berdampak kemacetan di Jakarta itu adalah contoh hoaks membangun. ("Persilahkan Hoaks yang Membangun, Ini Penjelasan Kepala Badan Siber, KOMPAS.com, 3/1/18).
Belakangan Kepala BSSN minta maaf, katanya ujarannya itu hanya untuk pancingan. Tes reaksi publik untuk mengukur kepekaan umum. Sambil dia minta maaf karena ujarannya telah menimbulkan kebingungan yang riuh. ("Tes Reaksi Publik Soal #HoaxMembangun, Kepala Badan Siber Minta Maaf", KOMPAS.com, 4/1/18).
Ujaran pejabat setingkat Kepala BSSN pastilah bukan sekadar tes. Pasti ada pesan di baliknya yang hendak dikirim ke publik. Katema itu ujaran "hoaks membangun" itu "by design".
Apa lagi Pak Djoko mestinya sudah tahu bahwa seperti ditegaskan Menkominfo Rudiantara, BSSN sejatinya tak bertugas menangani hoaks, melainkan fokus pada keamanan siber. ("Menkominfo: Tugas Badan Siber Bukan Tangani Hoaks", kompas.com, 4/1/18).
Jadi kalau sampai Kepala BSSN bicara hal di luar tugasnya, berarti ada indikasi maksud terselubung.
Untuk mengetahui maksud terselubung itu maka perlu tafsir mendalam atas ujaran Kepala BSSN. Pertanyaanya, pesan apa yang hendak disampaikan melalui ujaran "hoaks membangun" itu?