Gelaran  DWP itu adalah sebuah  peristiwa (event) budaya, sekaligus  suatu peristiwa ekonomi kreatif. Indikasinya, DWP 2016 yang lalu menyumbangkan Rp 8 miliar ke kas Pemda DKI, dari pajak tiket dan restoran.
Sejauh ini tidak ada alasan yang sahih untuk menyimpulkan DWP merusak moral bangsa dan tiada guna. Â Gelaran festival musik bergenre electronic dance music (EDM) yang berawal dari gudang ini sudah menjadi even terbesar di Indonesia, sudah menjadi even internasional, dan tahun ini sudah memasuki edisi keenam.Â
Sejumlah DJ ternama dari luar negeri turut meramaikan event ini. Pengunjungnya juga datang dari negara-negara tetangga. Semua berkumpul di JIExpo Kemayoran untuk menari, menyiarkan kegembiraan, melepas energi positif ke udara Jakarta.
Atas dasar apa sebuah kegiatan bermusik dan menari, melepas energi positif, tanpa memaki pemerintah, tanpa merampas hak publik, tanpa menebar hawa permusuhan, dan dihadiri orang-orang dewasa bisa disebut sebagai kegiatan yang dapat merusak moral bangsa?Â
Apakah karena genre musiknya yang ngak-ngik-ngok? Lha, apa bedanya dengan dangdut. Â Atau karena busana pengunjung yang minim? Lha, memangnya siapa yang mau menari sampai tengah malam dengan busana lengkap tertutup. Atau karena mungkin ada miras dan narkoba di sana? Nah, buktikan dulu.
Faktanya event DWP 2017 telah berakhir Sabtu malam dengan tenang, tanpa keributan, tanpa orang mabuk miras dan narkoba, tanpa perbuatan asusila, dan tanpa tuntutan apapun.Â
Malahan memberi manfaat bagi warga sekitar yang mendapat rejeki berupa  jatah tiket untuk dijual informal (calo) atau  mendapat peluang jualan rokok, minuman ringan, dan kerak telor. Dan semua rejeki itu halal adanya, bukan hasil korupsi atau rampokan.
Jadi, keputusan Pak Anies untuk tetap mengizinkan gelaran DWP 2017 sangatlah bijak dan produktif. Produktif karena memberi ruang leluasa pada generasi milenial untuk menciptakan dan membangun e-kultur yang supportif terhadap pembangunan kebudayaan metropolitan dan peradaban kota abad milenial.Â
Peran pemerintah memang selayaknya begitu, yakni memfasilitasi gerakan-gerakan pembangunan budaya kreatif. Bukan sebaliknya mencurigai lalu kemudian memberangusnya.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H