Peziarah baru umumnya belum tahu bunga anti-kambing ini. Maka mereka datang beli mawar dan seruni. Apalagi jika makam masih baru, mawar dan seruninya menggerumbul. Maka  kambing-kambinglah yang paling bersukacita bila ada makam baru seperti itu. Saya pernah menyaksikan kambing pesta-pora makan mawar dan seruni di beberapa makam baru. Miris.
Kelompok yang paling diuntungkan, tanpa risiko biaya, dalam kasus kambing versus bunga ini tentulah para pemilik kambing yang "tak hadir". Pagi mereka melepas kambing cari makan ke kuburan. Sore kambing pulang ke kandang. Setelah gemuk, kambing dijual mahal. Kambing-kambing Kampung Kandang mungkin spesial. Karena pakannya mawar dan seruni. Â Siapa tahu dagingnya wangi mawar.
Kelompok yang dirugikan tentu saja peziarah. Karena, tanpa direncanakan, mereka telah memberi pakan "mewah" berupa bunga untuk kambing-kambing itu. Dan mereka tak beroleh bagian margin saat kambing-kambing itu dijual pemiliknya.
Tapi untuk menghibur diri, bolehlah menggunakan konsep "pemberian" dalam kasus kambing versus bunga itu. Maksudnya, terima saja fakta bunga makam dimakan kambing itu sebagai bentuk "pemberian" Â peziarah bagi pemilik kambing yang mungkin memang kesulitan mencari rumput pakan di Jakarta. Â Jadi diikhlaskan saja, karena menjadikan ziarah punya manfaat ekonomi yang lebih luas.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H