Lalu masuk ke masa pendudukan Jepang, dapat ditunjukkan rumah-rumah permesuman khusus untuk tentara Nippon, yang mempekerjakan paksa perempuan-perempuan lokal sebagai pemuas birahi. Ini tergolong episode hitam sejarah permesuman Jakarta.
Memasuki masa Orde Lama, dapat digambarkan perkembangan pelacuran Jakarta yang makin pesat. Tahun 1950-an stasiun Senen berkembang menjadi lokasi pelacuran kelas bawah, kelas gerbong dan rumah kardus, Â terkenal dengan nama "Planet Senen". Selain di Senen, lokasi pelacuran kelas bawah juga berkembang di BongkaranTanah Abang, Rawa Malang, Boker, Kalijido, dan Kramat Tunggak. Semuanya lokalisasi liar.
Memasuki Masa Orde Baru, ada tonggak lokalisasi resmi. Â Tahun 1972/1973 di Jakarta Gubernur Ali Sadikin untuk pertama kalinya mendirikan lokalisasi pelacuran resmi Kramat Tunggak, Tanjung Priok. Disamping lokalisasi resmi ini, lokasi pelacuran liar tetap bertahan, antara lain di Kalijodo.
Kramat Tunggak resmi ditutup tahun 1999 dan di atasnya dibangun Jakarta Islamic Center. Sedangkan Kalijodo dirubuhkan paksa tahun 2016 dan di atasnya kini berdiri fasilitas sosial RPTRA Kalijodo. Keduanya tinggal sejarah, tempatnya cocok di museum.
Sejarah permesuman di Jakarta sejak Zaman VOC sampai era milenium ini, tentu sangat menarik, dan sangat penting, untuk didokumentasikan dalam wujud museum. Museum Mesum Jakarta itu akan menjadi bahan pelajaran penting tentang sebab-sebab permesuman, bentuk-bentuknya, peran penguasa dan pengusaha, kondisi masyarakat masa itu dan respon sosial padanya, dan akibat-akibatnya baik bagi individu maupun masyarakat, serta kelangsungan bangsa dan negara.
Tambahan, bukankah salah satu program Anies-Sandi untuk menghapuskan lokasi permesuman dari bumi Jakarta? Jadi sungguh relevan. Menjadikan permesuman sebagai sejarah kelam, dan mendokumentasikannya di sebuah museum. Untuk menjadi bahan pelajaran dan refleksi diri bagi masyarakat Jakarta..
Jadi, siapa bilang gagasan Museum Mesum Jakarta itu main-main?***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H