Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menanggapi Kritik Anies pada Obama

4 Juli 2017   14:05 Diperbarui: 5 Juli 2017   02:41 1087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lagi pula menjadi absurd jika isu pemerataan itu dikaitkan dengan isu agama dan etnis/ras. Sebab itu sama saja dengan mengatakan terjadi ketimpangan ekonomi antar kelompok agama dan etnis/ras di Indonesia atau Jakarta khususnya, dan hal itu menjadi sumber intoleransi yang dapat berujung pada konflik sosial. Ini kesimpulan yang "berbahaya", karena seseorang menjadi miskin atau kaya bukan karena dia beragama atau beretnis/ ras tertentu.

Kedua, tanggapan terkait logika teoritis. Dalam hal ini secara khusus teori sosiologi.  Dalam sosiologi sebenarnya tidak dikenal konsep toleransi, melainkan solidaritas sosial, baik mekanis (karena kesamaan/homogenitas) maupun organis ( karena pembagian kerja/heterogenitas). Toleransi dipahami disitu sebagai bentuk ekspresi solidaritas karena heterogenitas.

Jadi, konsep yang setara adalah solidaritas dan pemerataan. Ini tentu mengingatkan kita trilogi pembangunan masa Orde Baru yaitu pertumbuhan, pemerataan, dan stabilitas. Logikanya di situ, jika ada pertumbuhan maka akan terjadi pemerataan (efek tetesan ke bawah), sehingga akan tercipta stabilitas. Hasilnya, sampai sekarang, ada pertumbuhan, tapi kurang dalam pemerataan, sehingga kerap terjadi instabilitas sosial dalam bentuk protes massal atau bahkan separatisme.

Masalah instabilitas itu mengingatkan saya pada kritik Prof. Sajogyo terhadap trilogi pembangunan. Menurutnya ada satu matra yang kurang, yaitu matra solidaritas (sosial), yang memungkinkan perwujudan pemerataan berdasar pertumbuhan. Intinya, solidaritas sosial memungkinkan surplus pertumbuhan terdistribusi secara adil (merata) pada semua lapisan sosial maayarakat.

Maka solidaritas sosial direkomendasikan menjadi salah satu tujuan pembangunan sosial. Karena dengan terbentuknya solidaritas sosial yang pekat, maka  tujuan pokok pembangunan ekonomi, yaitu pertumbuhan dan pemerataan, memungkinkan untuk dicapai. Jelas di sini, solidaritas sosial, inheren padanya toleransi, adalah prasyarat pemerataan ekonomi. Bukan sebaliknya seperti yang dipersepsikan Anies dalam kritiknya terhadap Obama.

Agaknya, soal solidaritas itu pula yang perlu menjadi perhatian utama Anies-Sandi nanti, saat mereka menggerakkan potensi partisipasi kelas menengah khususnya pengusaha untuk mewujudkan pemerataan pembangunan ekonomi di Jakarta. Entah itu melalui program OKE-OCE, atau program DP Rumah 0%, dan lain-lain. Tanpa terbangunnya solidaritas sosial, khususnya solidaritas organik, mungkin pemukiman kumuh di bantaran sungai, kolong jalan tol kota, dan tanah milik pemerintah akan tetap menjadi pemandangan sehari-hari sampai tahun 2022 di Jakarta.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun