Mengapa saya perlukan menulis soal ekologi budaya lembah orang Batak?
Ada kaitannya dengan rencana besar pembangunan kawasan wisata kelas dunia Danau Toba. Sebuah pertanyaan besar menunggu jawaban: Bagaimana ekologi budaya lembah atau persawahan itu akan diintegrasikan pada ekosistem wisata Danau Toba? Kekhawatiran saya, jangan sampai ekologi budaya lembah/sawah itu dihancurkan oleh kapitalisme pariwisata. Karena dianggap misalnya tak sejalan dengan modernisasi. Penting dicatat, budaya tradisional tidak selalu berarti anti-modernisasi.
Penting dipikirkan bersama orang Batak lembah bagaimana cara terbaik mengembangkan agrowisata khas lembah di desa mereka, sebagai bagian dari kawasan wisata Danau Toba. Bukan semata-mata segi alam fisiknya, tetapi juga struktur sosial dan nilai budayanya. Ekologi budaya sawah lembah itu sejatinya disokong oleh struktur sosial dan nilai-nilai budaya Batak yang khas.
Sebagai contoh, sistem persawahan Batak Toba itu didukung dengan teknologi “tali air” dan organisasi pengairan (“Raja Bondar”) yang khas. Selain itu juga didukung oleh sejumlah ritus adat, semisal penghormatan pada roh pemelihara sumber air dan pesta panen (“gondang”).
Struktur dan nilai-nilai budaya semacam itulah yang perlu direvitalisasi, untuk memulihkan ekologi budaya lembah orang Batak sejati. Niscaya hal itu akan menjadi nilai unggul yang khas pada wisata Danau Toba.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H