Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Karakter Orang Batak dan Kondisi Danau Toba

18 Agustus 2016   14:39 Diperbarui: 18 Agustus 2016   15:35 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Danau Toba Kini dan Nanti

Kondisi Kawasan Danau Toba, tanah dan airnya, kini cukup digambarkan dengan tiga kata, “gundul dan kotor”. Gundul akibat deforestasi, penebangan berlebih. Kotor karena pencemaran air berlebih, baik dari budidaya karamba maupun dari aktivitas industri, jasa, pertanian, dan rumahtangga.

Deforestasi dan pencemaran sepintas tak ada hubungannya dengan karakter sosial orang Batak yang disebut tadi. Tapi, jika diperiksa lebih jauh, akan segera terlihat bahwa di belakang dua masalah itu sebenarnya ada dukungan patriarki dan pemenang konflik sosial.  Hutan yang digunduli, dan wilayah danau terpolusi oleh karamba, semuanya atas dukungan “laki-laki” atau “marga raja”. Jika ada perlawanan misalnya dari “perempuan” (marga pendatang), maka “laki-laki” yang memegang hegemoni politik kampung umumnya tampil sebagai pemenang. 

Di bawah “pengaturan” marga raja, eksploitasi sumberdaya alam Danau Toba berlangsung nyaris tanpa kendali, tanpa upaya nyata untuk pelestariannya. Gejala yang teramati kini adalah semacam “tragedi kepemilikan bersama” (tragedy of the commons), merujuk G. Hardin (1968). Pokoknya ambil sebanyak mungkin, hancur bukan urusan.

Ke depan, dengan adanya kebijakan pengembangan Danau Toba sebagai destinasi wisata prioritas, karakter sosial orang Batak itu akan menjadi tantangan tersendiri, kalau bukan jadi kendala.

Pertama, etos kerja petani Batak itu berpotensi kontra-produktif terhadap proses pengembangan Kawasan Wisata Danau Toba. Implikasi penciutan skala usaha pada etos kerja itu tidak konsisten dengan orientasi pertumbuhan berkelanjutan pada pembangunan Danau Toba.

Kedua, karakter patriarki akan berdampak pada dua aspek yaitu pengadaan tanah dan tenaga kerja. Karena tanah adalah basis kekuasaan marga raja, maka pelepasannya untuk otorita Danau Toba tidak akan mudah. Di sisi lain, pengadaan tenaga kerja wisata akan cenderung mengutamakan laki-laki, padahal perempuan Bataklah yang memiliki jiwa mengelola, memelihara, dan melayani.

Ketiga, terkait karakter konflik, kebijakan pembentukan Badan Otorita Danau Toba potensil menjadi area konflik. Masalahnya badan itu merupakan sumber kekuasaan besar, sehingga akan banyak pihak dalam masyarakat Batak, di kampung maupun rantau, akan berebut posisi strategis di dalamnya. Sangat mungkin terjadi konflik antar kelompok, yang dapat melahirkan kekuatan perlawanan yang terus-menerus mengganggu.

Apa yang sudah saya sampaikan bukanlah kebenaran mutlak, kendati berdasar hasil riset. Di situlah pentingnya diskusi, untuk mendapatkan konsep terbaik bagi pengembangan kawasan wisata Danau Toba. 

Horas jala gabe!(*)

*)Kecuali artikel G. Hardin (The Tragedy of the Commons, Science Vol. 162, 13 Dec 1968), maka karya-karya lainnya yang dirujuk dalam tulisan ini adalah hasil penelitian disertasi yang telah dipublikasikan, dalam bentuk artikel dan/atau buku (dapat diakses di internet).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun