Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Membela Subyektivitas Admin Kompasiana

2 Agustus 2016   15:01 Diperbarui: 2 Agustus 2016   18:03 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Beberapa kali di Kompasiana (K) terbit artikel yang pada intinya menggugat obyektivitas Admin K. Para penulisnya menyimpulkan Admin K telah bertindak subyektif, yaitu berpihak pada Jokowi dan Ahok. Karena itu artikel-artikel  bernada anti-Jokowi atau anti-Ahok “dijegal”, supaya tidak muncul di ruang NT atau GT.

Intinya para penulis  itu minta agar Admin K kembali netral, obyektif, bebas nilai atau kepentingan. Sebab menurut mereka, Admin K kini tidak netral, subyektif, dan gayut nilai atau kepentingan.

Sepintas gugatan itu masuk akal. Karena khalayak punya ekspektasi atau asumsi tentang Admin K yang obyektif. Dasarnya, Admin Kompasiana adalah sebuah organisasi. Dan setiap organisasi diasumsikan punya tujuan, ukuran, dan aturan obyektif.

Benarkah demikian? Dengan sangat menyesal saya harus bilang: “Tidak!” Organisasi yang obyektif adalah sebuah mitos. Karena obyektivitas itu sendiri adalah institusionalisasi subyektivitas.

Untuk memahami soal ini perlu sedikit mengerti konsep tindakan sosial. Tindakan sosial itu adalah perilaku yang manifes, teramati. Bisa komunikatif (mencari konsensus), strategis (mempengaruhi pihak lain), ataupun instrumental (mendapatkan materi).

Perhatikan bahwa setiap tindakan punya tujuan tertentu. Berarti setiap tindakan didasari atau digerakkan motif tertentu. Motif itu disebut nilai, atau kepentingan.

Ketika sebuah motif mendasari tindakan individual, maka individu itu disebut bertindak subyektif.

Ketika motif individual itu diangkat menjadi motif organisasi, maka perilaku organisasi itu disebut obyektif.

Individu-individu yang bergabung ke dalam organisasi itu juga harus berindak atas dasar motif yang sama. Mereka disebut bertindak obyektif. Padahal motifnya adalah motif subyektif individu yang kemudian diformalisasi sebagai tujuan, ukuran, dan aturan organisasi.

Saya khawatir penjelasan ini bikin pusing. Begini saja. Tidak ada obyektivitas itu an sich. Yang ada adalah subyektivitas. Dibedakan antara subyektivitas individual dan subyektivitas institusional (yang diklaim sebagai obyektivitas).

Jelas kiranya, percuma menuntut Admin K atau redaksi media manapun untuk bersikap dan bertindak obyektif. Sebab tindakan semua admin/redaksi media pada dasarnya didasari motif, atau nilai/kepentingan subyektif yang diangkat ke tataran institusi. 

Tidak percaya? Saya beri bukti: TV One. Dulu, sebelum Golkar bergabung mendukung Pemerintahan Jokowi, pemberitaannya selalu mengangkat sisi negatif pemerintah. Sekarang, setelah Golkar mendukung pemerintah, pemberitaannya mendadak positif. Masih mau bilang organisasi TV One bertindak obyektif? Jelas itu subyektif.

Admin K sama saja. Dari awal Grup Bisnis Kompas itu pro-Jokowi/Ahok. Tentu ada nilai atau kepentingan politik bisnis yang mendasarinya. Dan memang harus begitu adanya.

Maka berharap Admin K akan memberi tempat tinggi untuk artikel anti-Jokowi atau anti-Ahok, sama saja artinya “gak tau diri”. Itu namanya memaksakan subyektivitas individual untuk mengalahkan subyektivitas institusional. “Konyolisme” namanya itu.

Kalau masih tak percaya bahwa media itu dilandasi subyektivitas institusional, coba lihat Tempo. Dulu memuji-muji Ahok, sekarang memojok-mojokkannya. Mau bilang Tempo obyektif? Hei, banguuun …!

Jadi, tak usahlah menyerang Admin K dengan menuduhnya subyektif segala. Lha, faktanya dari awal memang sudah subyektif. Sama seperti setiap kita, subyektif sejak dari sononya.

Ada yang keberatan?(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun