Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jangan Ragu Menulis Proto-Artikel

18 Juli 2016   11:40 Diperbarui: 19 Juli 2016   10:43 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada sebuah pertanyaan iseng, agak nyeleneh. Apakah setiap tulisan yang tayang di Kompasiana pasti artikel?

Atau, dalam kalimat yang sedikit berbeda, apakah Anda yakin setiap tulisan  yang Anda susun lalu tayangkan di Kompasiana adalah artikel?

Anda pasti malas menjawab pertanyaan yang rada aneh itu. Karena tak ada upahnya jika menjawab tepat. Sebaliknya malu sendiri jika jawaban meleset atau malah gak nemu jawabnya.

Okelah kalau begitu. Saya tanya sendiri, saya jawab sendiri. “Tidak!”, itu jawaban saya untuk dua pertanyaan itu.

Lho, kok? Nah, jangan protes. Yang nanya saya, yang jawab saya, lha kok ya sampeyan protes.

Coba simak kembali batasan artikel. Boleh periksa dalam kamus atau buku teks. 

Tapi kalau ogah repot, terima saja dulu batasan saya ini: “Artikel adalah tulisan sistematis tentang topik tertentu. Sistematis berarti mengandung unsur-unsur alasan, maksud, rangka pikir, fakta dan analisis/argumentasi, dan simpulan serta (ada kalanya) sekadar saran.

Berdasar batasan itu, jelas tulisan fiksi seperti cerpen dan puisi tidak tergolong artikel. Maka tulisan fiksi ada di luar diskusi ini.

Sebuah tulisan, dalam hal ini non- fiksi tentu saja, layak disebut artikel jika memiliki kelima unsur tersebut di atas.

Jika ada satu atau lebih unsur itu tak teridentifikasi, maka sebuah tulisan tak layak disebut sebagai artikel. Tulisan semacam itu lebih tepat disebut sebagai “proto-artikel”. Artinya, lebih kurang, “bentuk awal” artikel, belum lengkap unsur-unsurnya. 

Pengertian itu merujuk arti protozoa, “bentuk awal” hewan yang belum lengkap organ-organ tubuhnya.

Nah, sekarang, merujuk pengertian “proto-artikel” itu, silahkan bertanya lagi pada diri sendiri. Apakah tulisan yang telah Anda tulis dan tayangkan di Kompasiana semuanya artikel, atau sebenarnya ada satu, dua, atau banyak yang tergolong proto-artikel?

Malu menjawabnya? Okelah kalau begitu. Saya jawab sendiri dengan sebuah pengakuan: “Banyak tulisan saya di Kompasiana tergolong proto-artikel!” Periksalah sendiri kalau tak percaya.

Pertanyaan lanjut, kok ya saya menulis dan menayangkan proto-artikel. Apakah karena saya tak paham apa itu artikel? Gak juga, kan saya tahu dan paham batasannya, juga teknis penulisannya. Setidaknya seturut paham “anarkisme tekstualisasi” yang saya anut. 

Alasan saya menulis dan menayangkan proto-artikel adalah untuk memberi apresiasi pada virginitas tulisan saya sendiri. Virginitas dalam arti “apa adanya pada awalnya”. 

Maksud saya begini. Sering tiba-tiba ada ide tulisan. Lalu spontan menuliskannya, tanpa peduli kelengkapan unsur-unsur sebuah artikel. Yang penting ada unsur logikanya (fakta dan analisa/argumentasi), lalu etis, dan kalau bisa, sedikit estetis.

Lalu, begitu rampung ditulis, langsung ditayangkan di Kompasiana. Sering dengan redaksional yang berlepotan, sehingga mesti diedit beberapa saat kemudian.

Tindakan saya tak ragu menulis dan menayangkan proto-artikel, berkait dengan putusan saya memperlakukan akun blog Kompasiana (milik saya) sebagai “pusat dokumentasi pemikiran pribadi”.  

Pada saat bersamaan, saya juga sangat memerlukan tanggapan dari pihak lain terhadap pikiran saya. Harapannya,  terjadi diskusi pemikiran untuk memperkaya pikiran saya. (Ini tidak selalu terjadi, karena sering tanggapan cuma haha hehe).

Hasil diskusi itulah yang kemudian mengarahkan saya pada putusan untuk menggarap sebuah “proto-artikel” menjadi “artikel”. Selanjutnya memutuskan apakah tayang-ulang di Kompasiana, atau kirim ke media cetak konvensional.

Setidaknya begitulah “adat” saya menulis di Kompasiana. Sebagian hasil tulis-ulang proto-artikel menjadi artikel saya tayang-ulang di Kompasiana.

Lalu sebagian lagi saya kirim ke koran dan ada sebagian yang dimuat. Lumayan honornya, he he he.  Lumayan juga nama saya ada di koran setidaknya satu hari, sebelum koran berakhir di lapak pemulung atau di pasar ikan asin.

Jadi, rekan-rekan Kompasianer, jangan pernah ragu menulis dan menayangkan proto-artikel di Kompasiana. Jangan pernah berpretensi menulis sebuah artikel sempurna pada kesempatan pertama, atau Anda tak akan pernah menulis dan menayangkan apapun.

Proto-artikel adalah bentuk awal pikiran Anda yang layak dibagikan kepada orang lain. Syukur-syukur mendapat tanggapan bernas yang memperkaya pikiran Anda. Setelah itu, jangan malas menulis-ulang untuk menjadikannya artikel lengkap.

Lalu, kalau dinilai layak, bolehlah dikirim ke koran atau majalah. Siapa tahu dimuat, lumayan, kan?

Oh ya, hampir lupa, tulisan ini adalah contoh proto-artikel.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun