Pertandingan Timnas Portugal lawan Timnas Prancis dalam Final Piala Eropa 2016 dini hari tadi, paralel dengan pertandingan tinju antara Muhammad Ali lawan, katakanlah, Sonny Liston.
Dalam paralelisme itu, Tim(nas) Portugal adalah “Muhammad Ali” sedangkan Tim(nas) Prancis adalah “Sonny Liston”, atau sebut siapa sajalah yang pernah takluk pada Ali.
Strategi tanding tinju Ali sangat unik: menguras tenaga lawan sampai lunglai, setelah itu pukul jatuh dengan indah. Prakteknya adalah teknik “rope a dope”, bersandar di tali ring, lalu menerima pukulan lawan layaknya “sandsack”.
Teknik “rope a dope” itu menguras tenaga lawan, karena seolah meninju balon. Saat ditinju, melesak ke dalam. Tapi dengan cepat kembali ke posisi awal, sambil membalikkan tenaga pukulan lawan.
Gampangnya, kalau nonton “Kung Fu Panda 1”, mekanismenya seperti Ty Lung memukul perut gendut Po “Panda”: melesak ke dalam, tapi tiba-tiba balik lagi ke asal sambil melontarkan Ty Lung. Begitu berulang kali sampai Ty Lung kepayahan, lalu “skedush …”, Po menekuk Ty Lung pada titik lemahnya, dan kiamatlah bagi Ty Lung.
Strategi “rope a dope” a’la Ali itulah yang saya lihat diterapkan Tim Portugal. Menerima serangan bertubi-tubi dengan tenang, untuk kemudian dibalikkan pada lawan. Terkadang memunculkan kesan Tim Portugal seolah tim amatiran, karena mudah kehilangan bola, dan mudah diserang.
Sebaliknya, Tim Perancis menerapkan strategi Sonny Liston, atau lawan-lawan Ali umumnya. Sekuat tenaga untuk secepat mungkin menjatuhkan lawan. Maka sejak menit awal, kesebelasan Prancis seperti “kesetanan” mengepung dan menggempur Tim Portugal habis-habisan.
Seperti Sonny Liston, Tim Prancis terus-menerus menghajar dan menghujani Tim Portugal dengan tembakan-tembakan keras ke gawang. Tapi semua dapat dipantulkan kembali oleh barisan pertahanan Tim Portugal, yaitu kuartet Cedric-Fonte-Pepe-Raphael plus kiper Rui Patricio.
Kuartet plus kiper Rui ibaratnya telah menjadi “tali ring” tempat Tim Portugal bersandar ketika dihajar bertubi-tubi oleh kuartet Sissoko (Martial 110’)-Griezmann-Payet (Coman 58’)-Giroud (Gignac 78’).
Tembakan atau sontekan kuartet Prancis itu selalu dapat diredam kuartet Portugal plus kiper Rui, dan dibalikkan lagi ke wilayah tengah atau pertahanan Prancis. Akibatnya kuartet Prancis itu terkuras habis tenaganya, dan mulai frustasi. Terbukti Payet, Giroud, dan kemudian Sissoko harus digantikan oleh cadangan.